TEMPO.CO, Jakarta -Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Tumbur Pardede mengusulkan adanya Undang-Undang atau UU Perlindungan Data Pribadi dan Undang-Undang Financial Technology (fintech) segara dibuat. Menurutnya, kebutuhan akan regulasi tersebut sudah kian mendesak karena pertumbuhan usaha dalam sektor ini begitu besar.
"Salah satu dibutuhkan alasan adanya Undang-Undang, karena fintech bagian dari kemajuan digital 4.0, karena ini tidak akan berhenti di sini. Jadi peranan fintech ke depan semakin lebih besar jadi dibutuhkan perangkat yang lebih tinggi yaitu UU," ujarnya di Kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa, 8 Oktober 2019.
Dia mengatakan, bahwa sering disalahkan terkait pencurian data, walaupun aktivitas tersebut dilakukan oleh fintech ilegal. Padahal Tumbur menambah, anggota telah dibatasi dalam mengakses data pribadi para nasabah atau peminjam dari peer to peer (P2P) landing.
Tumbur melanjutkan AFPI memastikan fintech yang masuk menjadi anggota AFPI dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hanya boleh mengakses kamera dan mikrofon pengguna. "Jadi dan kami dilarang untuk menyebarluaskan," tambahnya.
"Kami minta keadilan, kenapa kami yang sudah dibatasi mengatur sedemikian rupa, kenapa yang lain enggak kaya gini. Tetapi ini yang harus diatur sebenarnya, yang harus diatur dalam UU perlidungan data pribadi."
Dalam mencoba merealisasikan usulan ini, Tumbur bersama OJK telah bekerja sama dalam menyiapkan kajian dan rumusan terkait UU Fintech dan Perlindungan Data Pribadi, yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk diwujudkan sebagai UU."UU Perlindungan Data Pribadi tidak hanya bagi fintech lending, tapi untuk seluruh aplikasi yang meminta akses," kata dia.
Dia juga menyarankan, bahwa nanti dalam kedua UU tersebut harus memasukkan tentang penyelenggaraan dari fintech, tata kelola, dan pengawas dari lembaga uang digital ini.
Seperti diketahui RUU Perlindungan Data Pribadi sudah masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019. Namun hingga berakhirnya periode anggota DPR 2014-2019, tak kunjung dibahas dan disahkan menjadi Undang-Undang.
Sementara itu, Ketua Harian AFPI Kuseryansyah mengatakan fintech ilegal harus dijadikan musuh bersama bangsa Indonesia. "Karena banyak kasus yang terjadi di Indonesia fintech ilegal menyerang dan meneror peminjamnya, sampai membuat orang bunuh diri," ujar dia forum yang sama.
Kuseryansyah menggaransi tidak akan ada ancaman, teror, maupun penagihan secara kasar yang dilakukan oleh anggotanya kepada peminjam yang telat bayar. Apabila pihaknya, menemui hal tersebut, akan ada sanksi yang diberikan kepada fintech tersebut.