TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi deflasi 0,27 persen pada September 2019 bukan disebabkan karena penurunan daya beli. Deflasi, kata Sri Mulyani disebabkan turunnya biaya lain seperti ongkos produksi.
"Deflasi ya harga turun koreksi dari sebelumnnya atau ongkos produksi menurun," kata dia di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, 2 Oktober 2019.
Deflasi, Sri Mulyani melanjutkan, berasal dari biaya pembuatan barang dan jasa yang turun sehingga konsumen membayar lebih murah dari yang biasanya. Deflasi tidak menjadi masalah karena hal itu masih dalam koridor target guna menjaga angka inflasi tahunan.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat bahwa sepanjang bulan September 2019 terjadi deflasi sebesar 0,27 persen. Hal ini terjadi karena berbagai harga komoditas pada September 2019 yang secara umum menunjukkan penurunan.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, dengan kondisi deflasi tersebut maka inflasi tahun kalender atau dari Januari sampai September 2019 mencapai 2,20 persen. Sementara year on year atau inflasi tahunan dibandingkan 2018 menjadi 3,39 persen.
"Melihat inflasi tahun kalender masih di bawah target, atau terkendali. Karena itu deflasi terjadi karena penurunan harga barang-barang bergejolak, tidak ada penurunan daya beli," kata Suhariyanto saat mengelar konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa 1 Oktober 2019.
Suhariyanto menjelaskan deflasi terjadi karena adanya penurunan harga yang ditunjukkan oleh turunnya indeks kelompok bahan makanan sebesar 1,97 persen. Sedangkan, komponen komoditas dominan yang ikut andil dalam deflasi adalah cabai merah yang sumbang deflasi 0,19 persen, bawang merah 0,07 persen.
Suhariyanto menuturkan, harga kelompok pengeluaran yang menghambat deflasi adalah kenaikan harga sandang, seperti harga emas perhiasan. Selain itu, penghambat deflasi juga karena masih terjadinya inflasi untuk komponen uang kuliah.
"Penyebab utama deflasi adalah turunnya harga cabai, daging dan telor ayam ras, yang hambat deflasi adalah kenaikan harga emas perhiasan dan uang kuliah," kata Suhariyanto.
EKO WAHYUDI I DIAS PRASONGKO