TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau
BPS mencatat posisi neraca perdagangan pada Agustus 2019 mengalami surplus sebesar US$ 85,1 juta atau US$ 0,08 milIar. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan neraca perdagangan terpengaruh oleh turunnya nilai impor migas dan non-migas yang tajam sepanjang Agustus.
“Ekspor memang turun turun, tapi impor turun lebih tajam,” ujar Suhariyanto di kantornya, Jakarta Pusat, Senin, 16 September 2019.
Menurut paparan BPS, nilai impor pada Agustus 2019 ialah sebesar US$ 14,20 miliar atau turun 8,53 persen ketimbang Juli 2019. Impor migas pada bulan lalu hanya mencapai US$ 1,6 milar. Sedangkan impor non-migas mencapai US$ 12,5 miliar.
Suhariyanto menerangkan, penurunan impor terjadi untuk barang konsumsi, bahan baku atau penolong, dan barang modal. Ada beberapa barang yang tercatat mengalami penurunan impor cukup tajam, yakni kelompok sayuran seperti bawang putih dari Cina, plastik dan barang dari plastik, kendaraan dan komponen kendaraan. Lalu, mesin peralatan listrik dan mesin-mesin pesawat.
Sementara itu, nilai ekspor pada Agustus 2019 sebenarnya juga mengalami penurunan namun tak setajam ekspor. Pada Agustus 2019, ekspor Indonesia tercatat sebesar US$ 14,28 miliar atau mengalami penurunan sebesar 7,6 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Suhariyanto menuturkan ekspor migas hanya mencapai US$ 0,88 miliar, sedangkan non-migas US$ 13,4 miliar.
Ekspor di sektor migas melorot karena adanya penurunan harga minyak dunia dari US$ 61,62 per barel per Juli menjadi US$ 57 per barel pada bulan lalu. Sementara itu, ekspor dari sisi industri pengolahan dan pertambangan juga anjlok masing-masing 2,4 persen dan 9,46 persen secara month to month.
“Hanya sektor pertanian yang mengalami peningkatan mencapai US$ 0,34 miliar,” ujar Suhariyanto. Secara month to month, ekspor pertanian meningkat 7,7 persen. Sedangkan secara year on year meningkat 12 persen. Meski demikian, secara kumulatif neraca perdagangan sepanjang Januari hingga Agustus masih mengalami defisit US$ 1,81 miliar.
Sebelumnya, BPS mencatat neraca perdagangan pada Juli 2019 mengalami defisit sebesar US$ 63,5 juta atau sekitar Rp 889 miliar. Menurut Suhariyanto, kinerja ekspor dan impor pada bulan lalu terpapar oleh impor minyak dan gas. Suhariyanto mengatakan performa kinerja ekspor dan impor pada Juli lalu terpengaruh oleh impor minyak dan gas.
Nilai impor pada Juli 2019 tercatat sebesar US$ 15,51 milir dengan capaian ekspor US$ 15,45 miliar. Nilai ekspor sepanjang sepanjang Juli naik 31 persen daripada periode yang sama tahun sebelumya.