Mardjoko mendorong pelaku industri kelengkapan persyaratan lainnya seperti rasio keuangan perusahaan, mulai dari rasio likuiditas, rasio solvabilitas, hingga rasio profitabilitas. Setelah persyaratan lengkap, KPPI akan mengajukan rekomendasi kepada kementerian terkait, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Keuangan. “Kami minta mereka cepat menyiapkan. Mereka bilang dalam pekan ini dia bilang akan selesai,” tutur Mardjoko.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono menuturkan sudah meminta pelaku industri untuk menyusun harmonisasi penerapan safeguard dari sektor hulu, tengah, dan hilir. Pasalnya, kata Sigit, penerapan safeguard ini tidak bisa dilakukan secara sepotong-sepotong. "Kalau sepotong-sepotong, nanti hilir teriak kalau safeguard hanya hulu. Atau sebaliknya. Mereka diminta untuk memformulasikan safeguard-nya,” ujar Sigit.
Sigit menuturkan sebagian sektor sudah menerapkan safeguard dan anti dumping untuk melindungi industri dalam negeri, namun belum menyeluruh. Potensi banjir impor akan semakin besar karena adanya perang dagang antara Cina dan Amerika Serikat sehingga ada kelebihan produksi yang akan beralih ke Indonesia. “Jadi ini harus diamankan dulu pasar dalam negeri,” kata Sigit.
Menurut Sigit, sektor menengah merupakan sektor yang paling tertekan dalam industri tekstil karena adanya impor kain. Ia menuturkan banjir impor terjadi karena peralatan atau mesin yang ada di dalam negeri itu sudah tua. Sampai saaat ini, kata dia, belum ada investasi yang cukup besar dalam sektor menengah, rata-rata Rp 400 miliar per tahun. Kalau dari sektor menengan bisa menambah kapasitas, Sigit optimistis industri tekstil dalam negeri tidak akan kalah bersaing.
“Kalau mau naikkan ekspor, kapasitas hilir harus diperbanyak. Hanya saja, kalau mau diperbanyak impor jadi besar juga karena masih lemah di tengah,” ujar Sigit.