Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana menuturkan masih menunggu rekomendasi dari KPPI untuk pembahasan safeguard ini. Adapun Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi, Direktorat Jenderal Bea Cukai, Deni Surjantoro juga menuturkan masih menunggu pembahasan. Sampai saat ini, kata Deni, belum ada pembicaraan dari Kementerian Keuangan. “Dalam pembahasan biasanya kami akan memberikan masukan. Implementasi masih menunggu pembahasan,” ujar Deni.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menuturkan setidaknya ada Sembilan perusahaan tekstil terpaksa tutup selama periode 2018-2019 karena banjirnya kain impor. Adapun perusahaan tekstil yang menutup usahanya memang lebih banyak sektor menengah seperti pemintalan, pertenunan, dan perajutan. Menurut Ade, pemerintah sudah seharusnya menerapkan safeguard karena sudah ada beberapa indikator adanya kerugian.
“Kami sudah melihat adanya faktor kerugian, rusaknya pasar, dan turunnya pertumbuhan industri. Kami sedang siapkan permohonan sudah sampai 95 persen. Akhir pekan ini, permohonan akan kami kirimkan,” tutur Ade kepada Tempo.
Sekjen Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSYFI) Redma Gita Wirawasta memastikan seluruh sektor sepakat atas penerapan safeguard ini. Adapun besaran safeguard yang diharapan adalah menggunakan skema piramida, yaitu semakin ke hilir maka besaran tarifnya semakin besar. Redma berharap penerapan safeguard ini bisa dijadikan obat untuk menyehatkan kembali industri tekstil.
“Yang terpenting bagi kami, produsen bisa punya pasar. Saat ini, banyak pelaku industri tidak bisa jual karena sudah ada impor di beberapa sektor. Seraya pemberlakuan safeguard, kita bisa tingkatkan daya saing,” tutur Redma.