TEMPO.CO, Jakarta - Adanya pemadaman listrik total di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten sejak Ahad siang, 4 Agustus 2019 membuat dorongan ke pemerintah agar segera menetapkan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN definitif semakin kuat.
Salah satunya datang dari pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi. Ia mendorong Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno menetapkan bos definitif perusahaan setrum negara tersebut.
Saat ini PLN dipimpin oleh Pelaksana Tugas Direktur Utama, yaitu Sripeni Inten Cahyani. Ia ditunjuk Jumat pekan lalu, 2 Agustus 2019.
Usulan Fahmy tersebut menyusul peristiwa padamnya listrik total. "Memang tidak ada hubungan secara langsung black out accident dengan penetapan Dirut PLN Baru, tetapi penetapan Plt Dirut secara bergantian sangat menggangu kinerja dan jalannya organisasi PLN, termasuk dalam penanganan black out accident," ujar dia dalam keterangan tertulis kepada Tempo, Ahad malam, 4 Agustus 2019.
Jumat lalu, Sripeni yang juga Diretur Pengadaan Strategis 1 PLN, ditunjuk untuk menggantikan Plt Direktur Utama sebelumnya, Djoko Abumanan, yang diangkat RUPS pada Akhir Mei 2019 lalu. Djoko pun sebelumnya menggantikan Plt Direktur Utama Muhammad Ali yang kini menjabat Direktur Human Capital Management.
Pergantian Plt Direktur Utama PLN ini terjadi sejak Direktur Utama PLN sebelumnya, Sofyan Basir dinonaktifkan dari jabatannya pada akhir April lalu setelah ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Komisi antirasuah menyangka Sofyan membantu Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih menerima suap dari pemilik saham Blackgold Natural Resources Ltd, Johannes Budisutrisno Kotjo.
Menurut Fahmy, pemadaman listrik secara meluas dalam waktu lama hampir tidak pernah terjadi sebelumnya. Sebab, kata dia, PLN sejatinya sudah menerapkan sistem monitoring digital yang cukup canggih.
"Sehingga begitu ada gejala blackout dapat segera diketehui dan diatasi dalam waktu singkat," tutur Fahmy. "Namun, kali ini terjadi kerusakan transmisi terjadi di beberapa tempat secara bersamaan, sehingga PLN butuh waktu untuk memperbaikinya."
Fahmy menilai kerusakan transmisi yang terjadi di beberapa tempat bersamaan merupakan kejadian yang tidak bisa dikendalikan manajemen. Imbasnya pun sangat merugikan bagi konsumen. Bahkan, ia melihat kejadian ini menimbulkan kerugian ekonomi bagi konsumen industri, utamanya UMKM yang tidak memiliki genset yang memadai.
Kejadian ini, kata Fahmy, memperburuk capaian kinerja PLN. Padahal sebelumnya, perseroan sudah dapat mencapai tingkat pemadaman hampir nol persen. " Jadi Menteri BUMN harus segera menetapkan Dirut PLN definitif dalam waktu dekat ini agar kebijakan strategis dan operasional perusahaan dapat diputuskan secara tepat dan cepat."
Sebelumnya terjadi pemadaman listrik pada Ahad, 4 Agustus 2019 pukul 11.48 WIB hingga hampir tengah malam di Jawa Barat, Jakarta dan Banten. Hal itu berawal dari gangguan beberapa kali pada Saluran Udara Tegangan Extra Tinggi (SUTET) 500 kV Ungaran- Pemalang.
GM Unit Induk Pusat Pengatur Beban PLN Edwin Nugraha Putra menjelaskan padam listrik kali ini disebut N minus 3. Dia mengatakan N minus 3 artinya terdapat 3 yang terganggu. Yaitu, kata dia, di Pemalang-Ungaran terdapat dua sirkuit listrik di sistem utara. Kemudian di sisi selatan atau di Depok dan Tasikmalaya ada pemeliharaan 1 sirkuit.
"Sehingga ada total ada tiga sirkuit. Nah dua sirkuit di atas gangguan. Jadi langsung ada tiga sirkuit totalnya, disebut. N minus 3. Gangguan N minus 3 tadi, terjadi satu kondisi yang disebut tegangan turun dengan cepat sehingga sirkuit yang bertahan tadi lepas. Akibatnya terlepaslah sistem barat dan timur," kata GM Unit Induk Pusat Pengatur Beban PLN tersebut.
HENDARTYO HANGGI