TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi bakal memanggil para pelaku perdagangan digital alias e-commerce guna membahas aturan soal impor produk dagangan dari luar negeri.
"Bea cukai akan rapat mengundang pemain e-commerce, retail, dan kemudian pihak-pihak terkait seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika," ujar dia di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu, 17 Juli 2019.
Heru mengatakan skema pengendalian impor diperlukan agar dicapai kesetaraan level persaingan antara pelaku e-commerce, pelaku retail offline dan pemain dalam negeri. Semua masukan dari para pelaku, ujar dia, akan menjadi perhatian pemerintah.
Salah satu hal yang mendorong agar impor langsung oleh e-commerce diatur adalah adanya masukan mengenai kenaikan volume impor dalam transaksi perdagangan digital.
"Jadi itu akan kami coba dalami masukan tadi, baik dari asosiasi maupun pihak terkait, dengan duduk bersama, kami akan mengundang pemain ritel, e-commerce platform dalam negeri dan platform luar negeri," tutur Heru.
Dari sana, mereka bakal membahas statistik dari perdagangan tersebut dan meracik formula yang pas lantaran perkara ini juga berkaitan dengan produksi nasional. Di sisi lain, tidak bisa dihindari bahwa ada konsumen dalam negeri yang memerlukan produk luar negeri.
Dengan demikian, pemerintah diharapkan bisa menyeimbangkan kepentingan-kepentingan pihak terkait. "Sekarang mungkin belum bisa memberikan skema konkrit, karena justru di rapat ini diminta agar dijelaskan untuk mendetailkannya," kata Heru.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Tjahya Widayanti menuturkan skema pengendalian impor yang disiapkan bisa berupa bea masuk, non-tariff barrier atau pajak. "nanti kita lihat dari segala sisi," tuturnya. Yang pasti, aturan itu nantinya bisa mendorong produk luar negeri itu punya level playing field yang setara dengan dalam negeri.
Sebabnya, saat ini produk impor dan dalam negeri memang dianggap tidak setara. Meski, impor sebenarnya adalah praktik legal selama mengikuti aturan yang ada. Belum lagi besar impor langsung dalam transaksi e-commerce dinilai tak terlalu besar.
"Tapi sebetulnya yang dari luar itu dari data dan informasi itu enggak besar enggak sampai 5 persen (dari total transaksi e-commerce) kok, yang langsung ya," ujar Tjahya.
Walau demikian, Tjahya mengatakan pemerintah saat ini masih belum memiliki data yang pasti mengenai transaksi ini. "Semua masih meraba-raba," kata dia. Sehingga, berdasarkan diskusi bersama kementerian lain, pemerintah juga bakal melakukan benchmarking ke negara lain perihal aturan perdagangan lintas batas ini.
"Kami hanya ingin menjaga jangan sampai, karena ada, dikhawatirkan kecenderungan ini selalu meningkat dan ini tidak bisa dikontrol, itu sebabnya buatkan rambu rambunya," tutur Tjahya. Untuk mendukung itu, ia pun berharap para pelaku e-commerce mau memberikan data impor barang-barang dagang tersebut kepada pemerintah.