TEMPO.CO, Tangeran Selatan - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa sejauh ini pemerintah belum memiliki rencana untuk melakukan perubahan terhadap pajak pertambahan nilai atau PPN untuk avtur. Artinya, pajak avtur sejauh ini masih akan dilaksanakan sesuai yang telah ada.
"Tidak ada. Kami lihat yang selama ini sudah berjalan nanti kita lihat kebutuhannya seperti apa," kata Sri Mulyani kepada awak media usai mengikuti acara Dies Natalis ke-4 Politeknik Keuangan Negara atau PKN STAN, Bintaro, Tangerang Selatan, Ahad 14 Juli 2019.
Sri Mulyani juga enggan menjelaskan lebih jauh mengenai kemungkinan Kementerian Keuangan mengkaji mengenai aturan ini.
Adapun, pernyataan Sri Mulyani ini sedikit berbeda dengan yang pernah dia sampaikan pada Februari 2019. Saat itu, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyampaikan bersedia untuk mengkaji besaran PPN avtur agar setara dengan negara-negara lain mengingat masalah tersebut dituding sebagai penyebab tingginya harga tiket pesawat.
"Kalau penerapan PPN itu sama, kami akan berlakukan sama. Jadi dilihat supaya tidak ada kompetisi tidak sehat antara Indonesia dengan yang lain," kata Sri Mulyani di kantornya, Jakarta, Selasa, 12 Februari 2019.
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan membandingkan PPN avtur di Indonesia dengan tarif di negara-negara lain. Tarif PPN ini sebelumnya dikeluhkan oleh dunia usaha karena diduga menjadi beban yang dikonversikan oleh maskapai penerbangan ke harga tiket pesawat.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution pun sempat mengatakan ada negara yang mematok pajak pertambahan nilai avtur lebih besar ketimbang Indonesia.
"PPN kita itu sama saja untuk avtur atau apa pun, dan itu tergantung dibandingkan dengan negara mana, kalau dengan Eropa ya lebih tinggi dari kita," ujar dia di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu, 13 Februari 2019.
Darmin mengatakan ihwal PPN avtur sedang dikaji lebih mendalam oleh Kementerian Keuangan. Sebabnya, besaran pajak yang sebesar 10 persen itu membuat harga avtur untuk kebutuhan domestik lebih tinggi ketimbang untuk ekspor. "PPN kan prinsipnya kalau untuk ekspor itu dia boleh enggak bayar atau boleh direstitusi," ujar Darmin.
Baca berita terbaru tentang Sri Mulyani di Tempo.co
CAESAR AKBAR | FRISKI RIANA