TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR mencecar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengenai sejumlah masalah aviasi yang sedang hangat. DPR terutama menyoroti mahalnya harga tiket pesawat dan rencana masuknya maskapai asing di penerbangan domestik.
Baca: Harga Tiket Pesawat Turun, BI Prediksi Inflasi Mei 0,47 Persen
Kritik tersebut disampaikan dalam rapat kerja komisi V dengan DPR pada Rabu, 12 Juni 2019. Anggota Komisi V dari Fraksi Demokrat, Willem Wandik, mengatakan tingginya tarif pesawat telah menghambat mobilitas masyarakat Papua.
"Kepentingan lalu-lintas udara masih sangat dibutuhkan di Papua," ujar Willem di ruang rapat Komisi V DPR, Kompleks Parlemen Senayan. Ia berpendapat, tarif yang berlaku sekarang membebani masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah.
Politikus dari daerah pemilihan Jayapura itu mengusulkan ada tarif khusus untuk masyarakat di Papua. Menurut dia, semestinya penyelenggara negara mampu menekan harga tarif angkutan udara, khusus untuk penumpang yang hendak menuju Papua atau keluar dari pulau paling timur itu.
Anggota Komisi V dari Fraksi PDIP, Henky Kurniadi, turut menanggapi. Ia mempertanyakan kemungkinan hubungan duopoli dan imbasnya terhadap harga tiket pesawat. "Apakah benar harga tiket yang tinggi karena hanya dimiliki dua grup di Indonesia?" ujarnya.
Dua grup yang ia maksud adalah maskapai Garuda Indonesia Group dan Lion Air Group. Dua maskapai itu adalah perusahaan penerbangan dalam negeri yang masih bertahan saat ini.
Henky memandang, pemerintah seharusnya dapat mendorong maskapai untuk menghitung keuntungan perseroan dan menentukan harga dengan komposisi yang tepat. "Misalnya variabel-variabel biaya bisa kita hitung seperti dari kru atau avturnya. Dari situ kita bisa memberikan profitnya berapa," ucapnya.
BACA: H+5 Lebaran, Jumlah Penumpang Pesawat Merosot 30,9 Persen
Merespons hujan pertanyaan dari legislator, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebut bahwa untuk harga tiket pesawat, Kementerian Perhubungan sebagai regulator hanya berwewenang mengatur taif batas atas dan tarif batas bawah.
"Kami bekerja seusai undang-undang. Undang-undang mengamanahkan kami menentukan TBA dan TBB sedangkan tentang harga-harga itu yang punya wewenang adalah KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) dan Kementerian BUMN," ujar Budi Karya.
Saat ini, Budi Karya memastikan tidak ada maskapai yang melanggar aturan TBA dan TBB. Meski demikian, ia menyatakan kementerian telah secara persuasif mengajak maskapai menyediakan variasi harga tiket pesawat, agar tak semua menyentuh TBA.