TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta rencana pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa harus berjalan secara inklusif, bukan eksklusif. Jokowi ingin rencana ini bisa melibatkan masukan dan kajian dari banyak pihak, termasuk secara akademis maupun secara proses politik.
Baca: Luhut Sebut Pindah Ibu Kota Lebih Murah Ketimbang Membangun DKI
"Itu wajib, disampaikan presiden kemarin di rapat terbatas, jadi dipahami dan terlihat dalam proses yang berjenjang," kata Staf Khusus Kepresidenan Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika meneruskan pernyataan Jokowi, dalam diskusi bersama Smart FM di Jakarta, Sabtu, 4 Mei 2019.
Salah satu praktik pembahasan secara inklusif ini terjadi ketika pemerintah memisahkan urusan ekonomi mikro prudensial yang selama ini dipegang oleh Bank Indonesia (BI) pada tahun 2011. Pemerintah kemudian menyerahkannya urusan itu kepada lembaga baru bernama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Saat itu, kata Erani, proses tersebut tidaklah mudah dan membutuhkan banyak waktu.
Namun dalam proses pemisahan ini, pihak Perguruan Tinggi dilibatkan secara penuh untuk mengidentifikasi untung rugi dari rencana tersebut. "Jadi bukan sekedar tempat sosialisasi saja, tapi mereka sebagai produsen pengetahuan juga harus dilibatkan," kata dia. Sehingga, Erani menilai pola yang sama bisa juga diterapkan dalam rencana pemindahan ibu kota ini.
Wacana pemindahan ibu kota kembali menghangat setelah Presiden Joko Widodo menggelar Rapat Terbatas Kabinet pada Senin, 29 April 2019, guna membicarakan isu tersebut. Berdasarkan rapat itu, Jokowi telah memberi arahan untuk mengambil alternatif pemindahan ibu kota ke luar Jawa.
Besok paginya, pukul 9 pagi, Jokowi langsung menggalang pendapat publik terkait rencana ini melalui akun twitternya @jokowi. "DKI Jakarta kini memikul dua beban sekaligus: sebagai pusat pemerintahan dan layanan publik, juga pusat bisnis. Banyak negara memindahkan ibu kotanya, sementara kita hanya menjadikannya gagasan di setiap era Presiden. Menurut Anda, di mana sebaiknya ibu kota negara Indonesia?" tulis Jokowi.
Baca: Jokowi Pilih Pindahkan Ibu Kota ke Luar Pulau Jawa, Apa Sebab?
Lebih lanjut, Erani menyebut bahwa setahun terakhir, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah merampungkan kajian mengenai rencana ini. Ia meyakini, Bappenas juga telah menggandeng organisasi, lembaga, dan individu terkait untuk mendiskusikannya. Diskusi akan terus berlanjut sampai diputuskan jadi sebuah kebijakan final.
Erani juga menekankan bahwa rencana ini haruslah menjadi sebuah keputusan nasional. Untuk itu, ia berharap isu ini tidak hanya jadi agenda elit semata karena barangkali, tidak semua warga dan daerah menyadari keperluan untuk pemindahan ibu kota ini. "Karena perasaan yang kita punya (ibu kota harus dipindahkan) sebagai warga Jakarta, barangkali tidak dimiliki oleh sebagian besar rakyat di luar Jakarta sana," kata dia.
FAJAR PEBRIANTO