TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat ada penurunan nilai ekspor untuk komoditas sawit sepanjang Januari hingga Maret 2019. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan sepanjang Januari-Maret ekspor sawit ke Eropa tercatat cukup signifikan.
Baca juga: Luhut Ancam Gugat Eropa ke Pengadilan Jika Negosiasi Sawit Buntu
Misalnya ekspor sawit ke Inggris tercatat turun sebesar 22 persen dan ke Belanda tercatat menurun sebesar 39 persen. "Demikian juga Jerman, Italia, Spanyol dan Rusia juga turun. Kami tahu karena terjadi karena ada kampanye negatif penggunaan sawit di Eropa," kata Suhariyanto saat mengelar konferensi pers di kantonya, Jakarta, Senin 15 April 2019.
Sawit asal Indonesia kini tengah menghadapi tantangan karena banyak diberitakan negatif oleh beberapa pihak. Salah satunya, sawit dituding tidak ramah lingkungan dan menjadi penyebab alih lahan hutan menjadi kebun sawit.
Selain itu, Uni Eropa dan bersama Parlemen Uni Eropa tengah membahas mengenai kebijakan pelarangan sawit asal Indonesia dan Malaysia. Jika kebijakan ini ditetapkan, maka bakal ikut menekan ekspor sawit asa Indonesia ke Eropa.
Kendati ada penurunan nilai ekspor di beberapa negara di Eropa, BPS mencatat kinerja ekspor Indonesia di Eropa cenderung tak terpengaruh. Hal ini ditunjukkan dengan neraca dagang antara Indonesia ke Eropa yang masih mengalami surplus.
BPS mencatat pada Januari hingga Maret 2019 ekspor ke wilayah Eropa mencapai US$ 3.6 miliar dan impor tercatat sebesar US$ 3.02 miliar. Dengan kondisi ini membuat neraca dagang Indonesia-Eropa pada Januari-Maret 2019 neraca masih surplus US$ 587 juta.
"Jadi secara umum neraca perdagangan Indonesia ke Eropa masih bagus," kata Suhariyanto.
Sementara itu, BPS mencatat neraca perdagangan pada Maret 2019 mengalami surplus sebesar US$ 540 juta. Surplus ini berasal dari surplus neraca non migas pada Maret 2019 yang mengalami surplus sebesar US$ 988 juta.
Dengan kondisi itu, jika digabungkan selama Januari hingga Maret 2019, neraca perdagangan masih mengalami defisit. Meski demikian nilainya tidak terlalu besar atau hanya mencapai US$ 190 juta.
Baca berita sawit lainnya di Tempo.co