TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengirim surat ke Parlemen Eropa agar mempertimbangkan kembali kebijakan Uni Eropa yang diskriminatif terhadap produk minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan produk turunannya asal Indonesia.
BACA: Luhut Pandjaitan: Pemerintah Serius Ingin Boikot Produk Uni Eropa
Surat yang ditanda tangani oleh Ketua DPR RI Bambang Soesatyo dan ditujukan kepada Presiden Parlemen Eropa Antonio Tajani itu, DPR RI menyatakan kecewa dan tidak setuju terhadap skema Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Act yang diajukan oleh Komisi Eropa. Kedua skema itu dinilai sengaja dibuat untuk mendiskriminasikan CPO.
“Kami percaya kedua skema itu cacat tidak memuat aspek keberimbangan dan tidak konstruktif, karena keduanya dibuat dengan dasar penelitan ilmiah yang cacat dan diskriminatif,” seperti dikutip Bisnis dari surat tersebut, Selasa 26 Maret 2019.
DPR RI dalam surat itu menegaskan komitmen pemerintah dan petani sawit untuk mendukung perkebunan sawit yang berkelanjutan. Selain itu Indonesia juga terus memerangi aksi deforestasi.
“Kami selama ini menyediakan data dan bukti terkait upaya kami di sektor sawit dengan diperkuat oleh data dan kajian dari lembaga internasional yang terkemuka. Namun, argumen dan masukan dari Indonesia rupanya selama ini terus ditolak."
Hal itu, dinilai DPR RI pada akhirnya akan menyebabkan suasana yang tidak menguntungkan bagi kedua negara untuk memajukan kemitraan dan kerja sama di masa depan.
BACA: Hubungan RI-UE Baik, Luhut: Masalah Sawit Tetap Dibawa ke WTO
Selain itu, dalam surat tersebut, DPR RI juga menjelaskan signifikansi dan pentingnya kehadiran industri sawit bagi masyarakat RI. Pasalnya, industri sawit telah memperkerjaka secar alangsung maupun tidak langsug 19,5 juta jiwa, di mana 6,9 juta diantaranya adalah petani kecil.
Sebelumnya, Senin 25 Maret 2019, Staf Khusus Menteri Luar Negeri Peter F. Gontha menyebutkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah melayangkan surat kepada Parlemen Eropa untuk meninjau ulang isi dari RED II. Hal itu menurutnya,salah satu upaya Indonesia untuk melakukan pendekatan dan lobi-lobi antarparlemen.
BISNIS.COM