TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan atau OJK Wimboh Santoso mengatakan perkembangan teknologi harus dikendalikan. Hal ini disampaikan merespon tumbuhnya platform financial technology atau fintech seiring dengan berkembangnya teknologi di Indonesia.
BACA: Sertifikasi Internal Bisnis Fintech P2P Lending Sedang Disiapkan
"Teknologi ini tidak bisa dibendung harus dikontrol. Distorsi dan dampak negatifnya harus diminimalkan sehingga disruptionnya bisa terukur," kata Wimboh saat memberikan keynote speech dalam acara "Antisipasi Disrupsi Teknologi Keuangan Kerja 4.0 : Mengendalikan Fintech sebagai Parameter Perekonomian Masa Kini," di Hotel JW Marriott, Jakarta Selatan, Rabu 23 Januari 2019.
Berbagai teknologi fintech mulai tumbuh dalam dua tahun terakhir di Indonesia. OJK mencatat hingga akhir tahun 2018, fintech dengan jenis peer to peer lending atau pinjam meminjam telah mencapai 88 platform/jenis yang telah berizin.
Saat ini dana penyaluran pinjaman lewat fintech telah mencapai sekitar Rp 22 triliun. Adapun, hingga awal Januari 2019 sebanyak 244 perusahaan fintech yang berpotensi terdaftar.
BACA: OJK: Dana Kelolaan Reksa Dana Tumbuh Lebih dari Dua Kali Lipat
Wimboh melanjutkan, pengendalian teknologi ini sejalan dengan konteks perkembangan banyaknya fintech yang memiliki berbagai jenis produk jasa keuangan. Selain itu, pengendalian teknologi juga harus diatur supaya masyarakat sebagai konsumen bisa memahami keuntungan dan juga risiko yang bisa ditimbulkan.
Menurut Wimboh, banyaknya fintech yang dimanfaatkan juga sejalan dengan kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Dengan adanya fintech wilayah-wilayah yang tak terjangkau oleh produk jasa keuangan bisa disentuh dengan proses cepat dan syarat yang lebih ringan.
"Ini hanya ada di Indonesia. Beda dengan Cina dan Malaysia yang mainland," kata dia.
Karena itu untuk merespon perkembangan fintech, ia berharap adanya aturan baru yang mengatur berbagai jenis platform fintech tersebut. Sebabnya, saat ini banyak perusahaan yang memiliki produk jasa keuangan tetapi bukan perusahaan di bidang jasa keuangan.
"Tentu dengan adanya aturan ini tujuan utama lainnya adalah supaya masyarakat bisa dilindungi hak-haknya dan juga menjaga produk jasa keuangan yang ada," kata Wimboh.