TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah memutar otak untuk memperbaiki kinerja neraca perdagangan yang terus memburuk. “Kita masih mencari kebijakan baru untuk mendorong ekspor," kata Darmin, Selasa, 18 Desember 2018. Ia menegaskan defisit perdagangan pada Oktober dan November dipicu oleh lesunya pasar internasional yang terimbas perang dagang global.
BACA: Kata Sri Mulyani Soal Membengkaknya Defisit Neraca Perdagangan
Neraca perdagangan kembali mencatat hasil defisit pada November senilai US$ 2,05 miliar, rekor terburuk sepanjang tahun ini. Tekornya kinerja ekspor terhadap impor ini membuat neraca perdagangan akhir tahun semakin tertekan setelah pada Oktober lalu mencatatkan defisit US$ 1,77 miliar. (Koran Tempo edisi 18 Desember 2018, Neraca Perdagangan Jeblok ke Titik Terendah)
Sejumlah ekonom mengkhawatirkan memburuknya kinerja perdagangan dua bulan terakhir, yang berpotensi berlanjut pada Desember. Tingginya defisit perdagangan bakal membuat defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) triwulan IV sama tingginya—atau lebih—dibandingkan dua triwulan sebelumnya yang telah melampaui batas aman 3 persen terhadap produk domestik bruto.
BACA: Solusi Atasi Defisit Neraca Perdagangan Menurut Jusuf Kalla
Tingginya CAD dianggap sebagai modal buruk dalam menghadapi ketidakpastian perekonomian global yang diprediksi berlanjut tahun depan. “Kalau begini sudah lampu merah,” kata Ekonom Center of Reform on Economics atau CORE Indonesia, Piter Abdullah.
Anggota Badan Supervisi Bank Indonesia atau BSBI, Muhammad Edhie Purnawan, mendesak pemerintah mengawal ketat implemenasi kebijakan tingkat komponen dalam negeri atau TKDN untuk mengerem laju impor. “Defisit neraca perdagangan sudah dalam tingkat waspada,” kata dia.
AHMAD FAIZ | ANTARA | AGOENG