TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, Sudirman Said menyoroti kinerja sektor pertanian era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Menurut dia, ada pertanda yang kurang baik lantaran adanya konflik antara tiga pemangku kepentingan, yakni Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, dan Kepala Bulog.
Simak: Sudirman Said: Kami Fokus pada Pemberantasan Genderuwo Ekonomi
"Saya kira kita mencatat pertanda yang sangat buruk dari sektor pertanian, dimana terjadi satu konflik terbuka antara Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, dan Kepala Bulog yang mempersoalkan impor beras," ujar Sudirman di Hotel Le Meridien Jakarta, Senin, 12 November 2018.
Lantas dari konflik itu lah, menurut dia, semakin transparan bahwa impor beras ternyata tidak berhubungan dengan ketidakmampuan Indonesia memproduksi beras. Sebab, stok di Bulog masih cukup, begitu pula dengan hasil panen yang diperhitungkan surplus. "Impor didrive sebagai sarana bukan untuk mencukupi kebutuhan, tapi tujuan yang berbeda."
September lalu, Kementerian Perdagangan dan Bulog sempat bersitegang gara-gara urusan impor beras. Bulog berkukuh impor beras tidak diperlukan, namun Kemendag menyebut impor tetap berjalan. Kala itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan impor diambil lantaran kemampuan produksi beras dalam negeri masih rendah.
Keputusan impor diambil melalui rapat koordinasi terbatas antara Kementerian Koordinator Perekonomian, Kemendag, Kementan, dan Bulog.
Belakangan, Badan Pusat Statistik pun mengeluarkan data produksi beras nasional setelah mengoreksi metode penghitungannya. Dalam rilis teranyarnya, BPS mencatat luas panen tahun 2018 diperkirakan mencapai 10,9 juta hektare. Adapun, berdasarkan perhitungan luas panen diperkirakan produksi gabah kering giling atau GKG mencapai 49,65 juta ton sampai September 2018.
Sedangkan, potensi produksi sampai Desember 2018 diperkirakan sebesar 56,54 juta ton gabah atau setara dengan 32,42 juta ton beras. Karena itu, dengan angka konsumsi beras mencapai 29,57 juta ton per tahun, maka diketahui surplus beras diperkirakan mencapai 2,85 juta ton.
Ke depan, apabila jagoannya terpilih menjadi presiden dalam Pilpres mendatang, Sudirman mengatakan solusi utama di sektor pertanian adalah menyediakan satu data yang akurat dan selaras antara Bulog, Kemendag, dan Kementan.
Sudirman meyakini Indonesia dapat memproduksi kebutuhan pangan sendiri, misalnya beras, jagung, dan kedelai. Memang, ia memahami untuk mencapai titik tersebut diperlukan waktu, namun itu perlu dimulai dengan data yang akurat. "Kalau datanya tidak satu, tidak akan pernah ada solusi," kata dia.
Selanjutnya, Sudirman Said mengatakan perlunya ada kepemimpinan yang kuat guna mencapai swasembada pangan. "Kalau antar menteri ribut dibiarkan dan publik dibiarkan bingung kan repot," kata dia. "Level menko harus kuat, harus diurus dengan teknokrasi, artinya bicara data dan profesionalisme."