TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bersama dengan Bank Indonesia dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sedang menyiapkan insentif bagi para eksportir yang mengkonversi devisa hasil ekspornya. Insentif ini tak lain juga merupakan upaya pemerintah menjaga agar menyeimbangkan pasokan dan permintaan dolar di dalam negeri dan pada akhirnya bisa menopang kurs rupiah.
Baca: Kurs Rupiah Tembus 15.000, Sri Mulyani: Pemerintah Terus Memantau
"Bagaimana supaya devisa hasil ekspor tinggal di indonesia dan mendapatkan insentif dalam bentuk pengurangan pph atas bunga yang diperolehnya itu bisa sekarang dibuat lebih fleksibel," ujar Sri Mulyani di kantornya, Rabu, 3 Oktober 2018.
Sri Mulyani terus mendorong para eksportir agar mengkonversi seluruh devisa hasil ekspor untuk transaksi di dalam negeri. Konversi tersebut, menurut dia, sangat membantu keseimbangan pasokan dan permintaan dolar di dalam negeri.
Para eksportir, menurut Sri Mulyani, sebenarnya sudah diwajibkan untuk bertransaksi di dalam negeri menggunakan rupiah. Namun masih ada eksportir yang membutuhkan dolar dalam rangka menunaikan kewajibannya, seperti membayar utang.
"Kalau perlu dolar untuk membayar utang kembali, untuk impor bahan baku, impor modal saya rasa itu tetap itu dijaga," ujar Sri Mulyani. "Tapi kalau ada transaksi yang memang enggak butuh dolar, ya tidak perlu dolar."
Sri Mulyani mengajak dunia usaha dan masyarakat secara umum untuk bersama-sama menjaga perekonomian. Salah satunya, adalah dengan mengkonversi dolar ke rupiah. "Dengan melakukan konversi ke rupiah sesuai peraturan BI, maka diharapkan akan terjadi suatu keseimbangan antara pasokan dolar dan permintaan dolar," kata dia.
Salah satu perusahaan eksportir batu bara PT Adaro Energy Tbk sepakat mengkonversi transaksi bisnis yang pada mulanya berdenominasi dolar Amerika Serikat ke rupiah. Hal tersebut ditandai dengan deklarasi oleh Adaro bersama rekan bisnisnya, yakni PT Pertamina (Persero), PT Pamapersada Nusantara, PT Bumi Makmur Mandiri Utama, dan PT Sapta Indra Sejati di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, hari ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bersama dengan Bank Indonesia dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sedang menyiapkan insentif bagi para eksportir yang mengkonversi devisa hasil ekspor-nya.
"Bagaimana supaya devisa hasil ekspor tinggal di indonesia dan mendapatkan insentif dalam bentuk pengurangan pph atas bunga yang diperolehnya itu bisa sekarang dibuat lebih fleksibel ," ujar Sri Mulyani di kantornya, Rabu, 3 Oktober 2018.
Sri Mulyani terus mendorong para eksportir agar mengkonversi seluruh devisa hasil ekspor untuk transaksi di dalam negeri. Konversi tersebut, menurut dia, sangat membantu keseimbangan pasokan dan permintaan dolar di dalam negeri.
Para eksportir, menurut Sri Mulyani, sebenarnya sudah diwajibkan untuk bertransaksi di dalam negeri menggunakan rupiah. Namun masih ada eksportir yang membutuhkan dolar dalam rangka menunaikan kewajibannya, seperti membayar utang.
"Kalau perlu dolar untuk membayar utang kembali, untuk impor bahan baku, impor modal saya rasa itu tetap itu dijaga," ujar Sri Mulyani. "Tapi kalau ada transaksi yang memang enggak butuh dolar, ya tidak perlu dolar."
Sri Mulyani mengajak dunia usaha dan masyarakat secara umum untuk bersama-sama menjaga perekonomian. Salah satunya, adalah dengan mengkonversi dolar ke rupiah. "Dengan melakukan konversi ke rupiah sesuai peraturan BI, maka diharapkan akan terjadi suatu keseimbangan antara pasokan dolar dan permintaan dolar," kata dia.
Baca: Ekonomi Global Berfluktuasi, Sri Mulyani: Adjustment, Adjustment
Salah satu perusahaan eksportir batu bara PT Adaro Energy Tbk sepakat mengkonversi transaksi bisnis yang pada mulanya berdenominasi dolar Amerika Serikat ke rupiah. Hal tersebut ditandai dengan deklarasi oleh Adaro bersama rekan bisnisnya, yakni PT Pertamina (Persero), PT Pamapersada Nusantara, PT Bumi Makmur Mandiri Utama, dan PT Sapta Indra Sejati yang disaksikan oleh Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta kemarin.