TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terus memonitor perkembangan neraca pembayaran, khususnya yang berkaitan dengan defisit neraca berjalan. Salah satu yang menjadi perhatian adalah angka ekspor pada Agustus 2018.
Baca juga: Defisit BPJS Kesehatan, Sri Mulyani: Hitungannya Sangat Goyang
"Ekspor growth-nya mendekati 5 persen year-on-year. Tapi kalau menurut saya itu masih bisa ditingkatkan kembali," ujar Sri Mulyani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 17 September 2018.
Badan Pusat Statistik nilai ekspor Indonesia pada Agustus 2018 mencapai US$ 15,82 miliar atau turun 2,9 persen dibandingkan ekspor Juli 2018. Sedangkan dibandingkan Agustus 2017 angkanya meningkat 4,15 persen.
Di saat yang sama, Sri Mulyani menyatakan angka impor sudah bisa turun signifikan ketimbang bulan sebelumnya. Nilai impor Indonesia pada Agustus 2018 mencapai US$ 16,84 miliar. Angka itu atau turun US$ 1,457 miliar atau 7,97 persen dibandingkan Juli 2018. "Kalau dari month-to-month negatif growth, tapi kalau dari year-on-year masih cukup tinggi," ujar Sri Mulyani.
Berdasarkan angka ekspor-impor tersebut, Indonesia kembali mengalami defisit neraca perdagangan pada Agustus 2018. Defisit neraca perdagangan bulan lalu adalah US$ 1,02 miliar, atau turun hampir separuhnya ketimbang Juli 2018, yakni US$ 2,01 miliar. Defisit neraca perdagangan tersebut dipicu oleh defisit sektor migas US$ 1,66 miliar, sementara sektor nonmigas surplus US$ 0,64 miliar.
Dalam kesempatan berbeda, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menilai defisit neraca perdagangan pada Agustus 2018 sudah cukup membaik ketimbang bulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik mengumumkan defisit neraca perdagangan bulan lalu US$ 1,02 miliar, lebih rendah ketimbang Juli 2018 yang US$ 2,01miliar.
"Memang kita harapkan surplus ternyata masih minus, tapi sebenarnya membaik," ujar Luhut di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta.
Luhut menilai efek dari pengereman impor belakangan ini mulai terasa. "Tapi kita harus sabar," ujar dia. Ia menduga dampak dari kebijakan impor pemerintah baru akan terasa di akhir tahun ini. "Saya kira dua tiga bulan ke depan mestinya akan mulai, atau paling tidak berhenti dulu, kemudian dia bertahap membaik."
Bekas Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan itu meyakini angka defisit akan terus membaik seiring dengan kebijakan pemerintah mengurangi impor barang-barang yang tidak perlu. Di samping, pmerintah juga memacu ekspor dan sektor pariwisata.
Pengereman impor merupakan upaya pemerintah mengurangi defisit neraca berjalan yang selama ini memberi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Sejauh ini, Luhut berpendapat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo sudah menjalankan perannya dengan baik untuk mengelola sektor fiskal dan moneter.
"Soal teknis giliran kami, seperti penerapan tingkat kandungan dalam negeri, penggunaan biodiesel B20, juga sektor pariwisata," kata Luhut. "Kemudian insentif-insentif lagi dikerjain, sekarang lagi tahap penyusunan dan eksekusi."