TEMPO.CO, Jakarta- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Penghasilan (PPh) barang impor tidak melanggar aturan yang ditetapkan World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia. Menurutnya, pemerintah sudah mentaati rambu-rambu dari organisasi perdagangan tersebut.
Baca juga: Naikkan 1.147 Pajak Barang Impor, Sri Mulyani: Situasi Tak Biasa
"Tidak usah dikhawatirkan. Ini PPh Pasal 22 tidak melanggar WTO dan bisa dikreditkan," ujar dia dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Rabu, 5 September 2018.
Kebijakan kenaikan PPh untuk 1.147 jenis barang impor diambil lantaran nilai tukar rupiah yang melemah. Kurs rupiah di pasar spot melemah 3 poin menjadi 14.938 per dolar Amerika pada Rabu. Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) juga menunjukkan penurunan nilai tukar rupuah, dari 14.840 pada Selasa lalu menjadi 14.927 per dolar Amerika.
Enggar menjelaskan beberapa peraturan impor bebas tata niaga akan diatur kembali. Menurutnya, stok barang konsumsi dalam negeri tidak mengalami kekurangan, jika peraturan PPh Pasal 22 tersebut diberlakukan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan pembayaran pajak PPh barang impor dapat dikreditkan. "Oleh karena itu, kenaikan tarif PPh 22 pada prinsipnya tidak akan memberatkan industri manufaktur," kata dia.
Kebijakan menaikkan PPh barang impor akan berlaku satu pekan setelah ditandatanganinya PMK tersebut Sri Mulyani pagi ini.
Adapun rinciannya, kata Sri Mulyani, meliputi 210 item komoditas. tarif PPh 22 naik dari 7,5 persen menjadi 10 persen. Termasuk dalam kategori ini adalah barang mewah seperti mobil CBU, dan motor besar.
Kemudian 218 item komoditas, tarif PPh 22 naik dari 2,5 persen menjadi 10 persen. Termasuk dalam kategori ini adalah seluruh barang konsumsi yang sebagian besar telah dapat diproduksi di dalam negeri seperti barang elektronik (dispenser air, pendingin mangan, lampu), keperluan sehari hari seperti sabun, sampo, kosmetik, serta peralatan masak/dapur.