TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan rata-rata anggota GPEI pasti mengkonversi 40 persen devisa hasil ekspor (DHE) menjadi rupiah.
Simak: Darmin Uraikan Langkah Konkret Pemerintah Tingkatkan Devisa
"Dalam rata-rata 40 persen pasti terkonversi. Ada industri yang up stream lebih besar, tapi yang down stream lebih kecil, yang berbasiskan agro makin kecil lagi," kata Benny di Hotel Millenium, Rabu, 8 Agustus 2018.
Benny mengatakan tidak masalah mengkonversi ke rupiah lebih banyak lagi. Karena, ujar Benny rupiah akan dipakai untuk perusahaan membayar biaya pemakaian listrik dan gaji buruh.
Namun, kata Benny yang untuk membayar bahan baku yang tidak ada di dalam negeri, perusahaan membutuhkan dolar atau forex.
"Sepanjang forex itu mau dipinjam silahkan, asal dikembalikan utuh pada saat kami membeli bahan baku. Nah ga masalah, jangan dibebanin biaya lagi, kita pinjamkan forexnya," ujar Benny
Benny mengatakan bersedia meminjamkan dolar kepada Bank Indonesia tanpa bunga, namun manakala dibutuh bisa siap digunakan.
Namun, data Benny tersebut tidak sama dengan yang dicatat pemerintah dan Bank Indonesia. Direktur Departemen Statistik Bank Indonesia Tutuk S.H. Cahyono mengatakan rata-rata hanya 15 persen DHE yang dikonversi ke rupiah.
Pada, 3 Agustus 2018 Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan devisa yang masuk setiap tahun itu dari ekspor, yaitu 80 hingga 81 persen.
Darmin mengatakan 80 hingga 81 persen tersebut juga tidak semuanya ditukarkan ke rupiah. Darmin mengatakan yang langsung dalam waktu dekat dari 80 hingga 81 persen itu yang ditukarkan ke rupiah itu hanya 15 persen, sisanya masuk dalam tabungan valas, termasuk dalam bentuk deposito dan giro. "Nah itu juga akan mengurangi dampak dorongannya tenaga terhadap dorongan pertumbuhan ekonomi," ujar Darmin.