TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara memprediksi laju rupiah bergerak datar pekan depan. Menurut Bhima rupiah akan bergerak di kisaran Rp 14.280 - Rp 14.350.
Penyebabnya, Bhima menilai, sentimen rupiah dipengaruhi faktor global. Di antaranya adalah perang dagang yang sedikit mereda setelah Amerika Serikat sepakat melanjutkan negosiasi dengan Cina.
"Surplus perdagangan China terhadap AS bulan Juni 2018 berhasil mencapai US$ 28,9 miliar tertinggi sejak 1999," kata Bhima saat dihubungi, Sabtu, 14 Juli 2018.
Baca: Rupiah Melemah, INSA Khawatir Biaya Logistik Membengkak
Menurut Bhima hal itu menunjukkan Cina siap menghadapi kenaikan tarif dengan berbagai strategi salah satunya cutting cost dan penetrasi pasar AS.
Bhima mengatakan kondisi rupiah juga dipengaruhi kekhawatiran krisis di Turki. Hal itu setelah lembaga pemeringkatan internasional Fitch Ratings yang memangkas credit rating utang Turki dari BB+ menjadi BB dengan outlook negatif.
"Potensi memburuknya ekonomi di Turki dikhawatirkan berdampak sistemik ke negara berkembang lain trutama Indonesia," kata Bhima.
Baca: Industri Manufaktur Terpukul oleh Pelemahan Rupiah
Dari dalam negeri kata Bhima sisi optimisme rupiah ditopang kembali masuknya aliran dana asing ke Surat Berharga Negara (SBN). Hal itu dilihat dilihat dari yield SBN 10 tahun yang turun ke 7,7 persen dari bulan lalu sempat 8,1 persen. Turunnya yield mengindikasikan harga SBN semakin attraktif paska Bank Indonesia menaikkan bunga acuan.
Dalam situs resmi Bank Indonesia, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau JISDOR mencatat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di angka Rp 14.358 pada penutupan Jumat, 13 Juli 2018. Angka tersebut menunjukkan penguatan 50 poin dari nilai sebelumnya, yaitu Rp 14.435 pada penutupan Kamis, 11 Juli 2018.
Sedangkan pada 13 Juli 2018, kurs jual US$ 1 terhadap rupiah, yaitu Rp 14.430 dan kurs beli Rp 14.286.