TEMPO.CO, Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI masih mengkaji respons terhadap keputusan Bank Indonesia yang menaikkan suku bunga acuan atau BI 7 Day Repo Rate sebesar 50 basis poin. "Intinya, kenaikan BI 7 Day Repo Rate tidak harus diikuti kenaikan suku bunga bank," kata Coorporate Secretary BNI Ryan Kiryanto saat dihubungi, Sabtu, 30 Juni 2018.
Apalagi, kata Ryan, BI juga memutuskan kebijakan makroprudensial dalam konteks relaksasi loan to value atau LTV untuk mendorong permintaan riil kredit perumahan atau KPR. Keputusan bank dalam mengelola suku bunga bergantung pada strategi, kondisi likuiditas terutama posisi dana murah, posisi persaingan, perkiraan suku bunga acuan BI, arah kebijakan makroprudensial BI, dan arah pandangan atau visi bank ke depan.
Baca: Siap-siap, Suku Bunga Kredit BRI Naik Bulan Depan
Pada 29 Juni 2018 Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin menjadi 5,25 persen. Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Dewan Gubernur BI.
Keputusan kenaikan suku bunga acuan itu juga diikuti kenaikan deposit facility sebesar 50 basis poin menjadi 4,5 persen. Sedangkan lending facility naik sebesar 50 basis poin menjadi 6,00 persen. Dengan kenaikan tersebut, BI telah menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali dalam enam bulan terakhir.
Baca: Bank Mandiri Tahan Suku Bunga Kredit Hingga Akhir Tahun
Menurut Ryan, keputusan BI menaikkan BI7DRR 50 basis poin jadi 5,25 persen oleh RDG BI kemarin terbilang agresif. Namun, Ryan bisa memahami karena itulah strategi BI untuk ciptakan dan perkuat stabilitas makroekonomi.
Ryan mengapresiasi keputusan kenaikan suku bunga oleh BI tersebut sebagai respons atas naiknya level ketidakpastian ekonomi global menyusul langkah dan kebijakan AS di bawah Donald Trump yang dinilai menambah ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut, kata Ryan, lantaran isu trade war antara Amerika Serikat dengan Cina yang makin menguat.