Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Genjot Ekspor Sawit, Indonesia Diminta Tembus Pasar Afrika Timur

Reporter

image-gnews
Pembangunan jalan tol Sumatera ruas Palembang-Indralaya (Palindra) Seksi II yang membela perkebunan sawit di Kab Ogan Ilir, Sumatra Selatan, 28 Februari 2017. Pembebasan lahan seksi II telah mencapai 99 persen sedangkan seksi III 95 persen. ANTARA/Nova Wahyudi
Pembangunan jalan tol Sumatera ruas Palembang-Indralaya (Palindra) Seksi II yang membela perkebunan sawit di Kab Ogan Ilir, Sumatra Selatan, 28 Februari 2017. Pembebasan lahan seksi II telah mencapai 99 persen sedangkan seksi III 95 persen. ANTARA/Nova Wahyudi
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyarankan pemerintah dan perusahaan sawit Indonesia untuk menerobos pasar Afrika Timur guna bisa menggenjot volume ekspor produk sawit tanah air. Adapun Afrika Timur terdiri dari 18 negara dengan populasi sekitar 380 juta orang dan relatif belum mengenal produk Indonesia.

"Itu adalah strategi yang paling tepat bagi Indonesia," ujar Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga kepada Tempo, Ahad, 17 Juni 2018. Ia mengatakan volume ekspor minyak sawit Indonesia pada kuartal I 2018 lebih rendah 3 persen bila dibandingkan kuartal I 2017. Padahal distribusi produk sawit Indonesia didominasi oleh ekspor, dengan persentase 28-29 persen untuk pasar domestik dan 71-72 persen untuk ekspor.

BACA JUGA: Kolom Aktivis Lingkungan Mengenai Industri Sawit dan Isu Pelarangan Sawit di Eropa

Untuk itu, Sahat mengatakan ada sejumlah langkah yang terlebih dahulu perlu dilakukan Indonesia guna bersaing dengan Malaysia dalam menerobos pasar Afrika Timur. Salahsatunya adalah menjual minyak RBD (refined, bleached, and deodorized) dalam kemasan kurang dari 25 kilogram. Sebab, negara di kawasan itu tidak memiliki tangki-tangki besar sawit di pelabuhan.

Selain itu, Sahat mengatakan Indonesia juga mesti mengubah kebijakan soal dana pungutan. Dana pungut untuk minyak RBD dalam kemasan itu mesti diturunkan dari USD 30 per ton ke USD 5 per ton. Sementara minyak RBD dalam kemasan di bawah 25 kilogram dan bio-diesel harusnya diturunkan dari USD 20 per ton ke USD 2 per ton.
Usulan lainnya adalah perlunya menekan biaya modal kerja dengan cara mempercepat restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk barang ekspor, dari rata-rata satu tahun ke maksimal tiga bulan.

BACA JUGA: Ekspor Sawit Turun, Pengusaha Salahkan Tingginya Pajak Indonesia

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Kalau itu bisa direalisasikan secepatnya, volume ekspor ke Pakistan dan Afrika Timur serta Timur Tengah akan bisa melonjak ke level 2,5 - 3 juta ton tambahan per tahun," ujar Sahat. Bahkan, apabila kebijakan itu bisa diimplementasikan pada Juli mendatang, maka dia yakin backlog pada kuartal I tahun 2018, atau sekitar 1-1,3 juta ton produk hilir sawit, bisa dikejar.

Selain mengejar pasar di Afrika Timur, Sahat juga menyebut Asia Tengah, yang bertetanggaan dengan Pakistan, sebagai salah satu pasar potensial yang belum dimasuki Indonesia. Ia berujar Cina telah melihat potensi pasar itu sehingga membuka jalur sutera ke Eropa melalui Pakistan.

BACA JUGA: Simak Investigasi Soal Sengketa Tanah di Perkebunan Sawit

"Oleh karena itu Indonesia perlu membuka hub berupa pelabuhan sawit di Pakistan," ujar Sahat. Dengan begitu, para pembeli sawit berskala kecil bisa leluasa membeli sawit dalam ukuran misalnya 6-10 ton per pesanan.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan melesunya ekspor, khususnya produk sawit Indonesia, berimbas pada defisitnya neraca perdagangan tanah air dalam tiga bulan terakhir. Sementara, defisit itu pun berandil pada tidak stabilnya nilai tukar rupiah belakangan ini. Untuk itu, pemerintah tengah memutar otak untuk menggenjot volume ekspor sawit Indonesia.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Airlangga Sebut Penyerapan Dana Peremajaan Sawit Rakyat di Bawah 30 Persen

29 hari lalu

Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, saat ditemui di area acara Peresmian Pembukaan Indonesia International Motor Show (IIMS) 2024, pada Kamis, 15 Februari 2024 di JIExpo Convention Center & Theater, Jakarta Utara. TEMPO/Adinda Jasmine
Airlangga Sebut Penyerapan Dana Peremajaan Sawit Rakyat di Bawah 30 Persen

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan Penyerapan Dana Peremajaan Sawit atau PSR masih rendah.


Polemik Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan, Ini Penjelasan Menteri Airlangga

29 hari lalu

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa malam, 27 Februari 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari
Polemik Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan, Ini Penjelasan Menteri Airlangga

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan alasan pemerintah memutihkan lahan sawit ilegal di kawasan hutan.


365 Perusahaan Ajukan Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan

29 hari lalu

Sawit 2
365 Perusahaan Ajukan Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan

Ratusan perusahaan pemilik lahan sawit ilegal di kawasan hutan mengajukan pemutihan.


Pemutihan Lahan Sawit Ilegal Dipercepat, Target Rampung 30 September 2024

29 hari lalu

Shutterstock.
Pemutihan Lahan Sawit Ilegal Dipercepat, Target Rampung 30 September 2024

Pemerintah mempercepat program pemutihan lahan sawit ilegal di kawasan hutan. Ditargetkan selesai 30 September 2024.


Pemerintah Naikkan Dana Peremajaan Sawit Rakyat Menjadi Rp 60 Juta

29 hari lalu

Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qalbi dan jajaran Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan usai menghadiri Rapat Koordinasi Nasional Akselerasi Peremajaan Sawit Rakyat, di Jakarta, pada Selasa, 5 Maret 2024. Tempo/Novali Panji
Pemerintah Naikkan Dana Peremajaan Sawit Rakyat Menjadi Rp 60 Juta

Pemerintah naikkan dana peremajaan sawit rakyat menjadi Rp 60 juta. Berlaku mulai Mei tahun ini.


Pakar Sawit IPB University Sampaikan Rekomendasi terkait Regulasi EUDR yang Mempersulit Ekspor 7 Komoditas

29 hari lalu

Shutterstock.
Pakar Sawit IPB University Sampaikan Rekomendasi terkait Regulasi EUDR yang Mempersulit Ekspor 7 Komoditas

Regulasi EUDR juga mempengaruhi penggunaan suplemen pakan ternak yang terbuat dari sawit.


PT Timah Bantah Mitranya Garap Lahan Perusahaan Sawit Malaysia

34 hari lalu

PT. Timah (ANTARA)
PT Timah Bantah Mitranya Garap Lahan Perusahaan Sawit Malaysia

CV El Hana Mulia dalam melaksanakan aktivitasnya tetap berada di kawasan wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.


Menteri Teten Pamer Kelebihan Minyak Makan Merah di DPR: Murah hingga Dipuji Chef Juna

38 hari lalu

Minyak Makan Merah. Unair
Menteri Teten Pamer Kelebihan Minyak Makan Merah di DPR: Murah hingga Dipuji Chef Juna

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki yakin minyak makan merah atau M3 bakal laku di pasaran sebagai alternatif minyak kelapa sawit.


Ahli Gizi Unair Beberkan Kelebihan dan Kekurangan Minyak Makan Merah yang Diluncurkan Jokowi

38 hari lalu

Minyak Makan Merah. (Foto: Humas Kemenkop)
Ahli Gizi Unair Beberkan Kelebihan dan Kekurangan Minyak Makan Merah yang Diluncurkan Jokowi

Proses produksinya yang tidak melalui penyulingan atau bleaching tak berarti Minyak Makan Merah bebas dari dampak negatif.


Malaysia Menang Terkait Isu Diskriminasi Uni Eropa terhadap Sawit di WTO

50 hari lalu

Seorang pekerja menurunkan kelapa sawit dari sebuah truk di pabrik kelapa sawit di Salak Tinggi, di luar Kuala Lumpur, Malaysia, 4 Agustus 2014. [REUTERS / Samsul Said / File Foto]
Malaysia Menang Terkait Isu Diskriminasi Uni Eropa terhadap Sawit di WTO

Malaysia memenangkan gugatan di WTO melawan tindakan diskriminasi Uni Eropa terhadap produk biofuel dari minyak sawit.