TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan menyatakan Kementerian Perdagangan siap menjelaskan alasan impor beras kedua tahun 2018 sebanyak 500 ribu ton kepada Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Silahkan kalau mau mengevaluasi. Ini Keputusan bersama yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Bulog dan perwakilan BUMN," ujar Oke kepada Tempo, Sabtu, 26 Mei 2018.
Kesiapan itu disampaikan Oke menanggapi rencana evaluasi kebijakan impor beras yang disampaikan Wakil Ketua Komisi VI Azam Asman Natawijaya di Pasar Terong, Kota Makassar, Jumat, 25 Mei 2018.
Azam mengatakan, Komisi VI segera memanggil Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Perum Bulog untuk melakukan rapat dengar pendapat. Mengacu pada temuan surplus beras di Sulawesi Selatan, Azam berpendapat daerah itu bisa menjadi penyedia beras bagi daerah lain yang defisit.
sebelum memutuskan untuk melakukan impor beras, stok di Bulog disebut berada dibawah 1 juta ton, atau kurang lebih 700 ribu ton. Angka itu, kata Oke, tak cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar yang mencapai 2,5 juta ton per bulan.
"Kalau stok di bawah 1 juta itu hanya untuk 10 hari. Stok di Bolog diperlukan untuk mengintervensi harga beras di pasar agar sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET)," kata Oke.
Selain itu, walau petani lokal sudah masuk masa panen, Oke mengatakan pasokan beras di pasar saat itu masih kurang. Menurut Oke, para pedagang berebut beras petani lokal. "Berarti panennya kurang, karena diperebutkan," katanya.
Selama tahun 2018, pemerintah sudah dua kali melakukan impor beras dengan jumlah total 1 juta ton. Importasi pertama dilakukan pada Januari lalu. Sedangkan untuk importasi kedua, baru sebagian beras yang masuk ke Indonesia.