TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) siap mengawal proses revisi Rancangan Undang-Undang atau RUU Penyiaran. Sekretaris Menko Polhukam Yoedhi Swastono mengatakan, pemerintah akan terus mengupayakan penyiaran untuk kepentingan publik seperti amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
"Pemerintah menaruh perhatian penuh terhadap RUU Penyiaran ini," kata Yoedhi dikutip dalam laman resmi Kemenko Polhukam yang terbit Rabu, 23 Mei 2018.
Sudah lebih dari setahun pembahasan RUU Penyiaran masih mandek di Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat RI (Baleg DPR). Pada Januari 2018, Ketua Baleg DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Supratman Andi Agtas, mengakui pembahasan RUU mandek karena masih ada deadlock atau ketidaksepakatan antar anggota. Salah satunya mengenai single mux atau multi mux.
Yoedhi menerima audiensi Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP) di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu, 23 Mei 2018. Yoedhi didampingi Deputi 7 Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur Suwandi Miharja; Asisten Deputi Koordinasi Informasi Publik dan Media Massa Muztahidin; dan Kepala Bidang Media Massa Beben Nurpadillah.
Anggota KNRP Ade Armando sepakat bila pemerintah menjadi pemegang otoritas penyiaran digital untuk memastikan penyiaran berpihak pada kepentingan publik. Ade juga mendukung upaya percepatan migrasi penyiaran dari analog menjadi digital dengan pola muliplekser tunggal (single-mux).
"Pihak swasta cenderung mengedepankan kepentingan ekonomi dan politik," ujar Ade dikutip dari laman resmi Kemenko Polhukam.
Selain masalah migrasi penyiaran, Ade memaparkan persoalan lain yang harus dibenahi. Misalnya, kuota iklan sebesar 30 persen dan pelarangan iklan rokok. Menurut Ade, Indonesia satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masih mengizinkan penayangan iklan rokok di media penyiaran.