TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo memastikan bank sentral tak akan ragu memutuskan menaikkan suku bunga acuan jika pelemahan nilai tukar rupiah berlanjut dan memicu inflasi serta mempengaruhi stabilitas sistem keuangan. “Kalau memang diperlukan, kami tidak akan ragu melakukan penyesuaian. Tapi tentu dilakukan secara berhati-hati, terukur, serta mengacu pada perkembangan data terkini, juga perkiraan ke depan,” ujarnya, Kamis, 26 April 2018.
Seperti diketahui, tekanan dolar Amerika Serikat terhadap rupiah terus menguat beberapa hari terakhir. Pada pagi hari ini kurs tengah Bank Indonesia mencatat rupiah berada di level Rp 13.930 per dolar Amerika atau melemah dibanding pada awal pekan Rp 13.894 per dolar Amerika.
Baca: IHSG Anjlok, BEI: Dana Asing Investor Masih Meningkat
Hingga kemarin, BI mencatat depresiasi rupiah mencapai 0,88 persen (month-to-date), dengan tingkat volatilitas di kisaran 6 persen. Meski begitu, Agus menuturkan, depresiasi rupiah masih lebih rendah jika dibandingkan dengan negara lain, seperti bath Thailand yang melemah 1,12 persen, ringgit Malaysia 1,24 persen, dolar Singapura 1,17 persen, dan rupee India 2,4 persen.
Perihal adanya prediksi kurs rupiah akan menembus level Rp 14 ribu per dolar Amerika dalam waktu dekat, Agus mengatakan level itu tak bisa dijadikan patokan yang relevan. “Mohon jangan dilihat dari batas psikologis ada level tembus 13.900 atau 14 ribu, padahal kalau secara persentase kan dibanding negara lain tidak besar, hanya 0,88 persen,” ucapnya.
Baca Juga:
Agus pun memastikan jika tekanan yang terjadi kali ini masih disebabkan oleh sentimen utama peningkatan yield US Treasury hingga lebih dari 3 persen dan rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika (Fed Fund Rate) lebih dari tiga kali. “Kami tidak menargetkan untuk mencapai nilai tukar tertentu, tapi memang kami memandang kondisi saat ini sudah undervalued.”
Meskipun demikian, dia meminta masyarakat tak terlampau khawatir terhadap tekanan pelemahan ini. Agus menuturkan lembaganya akan terus melancarkan upaya-upaya untuk menjaga stabilitas rupiah, khususnya memastikan ketersediaan suplai dolar di pasar dengan menabur cadangan devisa. Namun dia enggan menyebutkan nilai pasti cadangan devisa yang telah tergerus. “Intinya kami akan selalu ada di pasar untuk memastikan liquidity dan comfortability dolar serta rupiah,” katanya.
Selain itu, indikator makro ekonomi domestik terjaga dengan baik. Agus mencontohkan tingkat inflasi hingga pekan ketiga April sebesar 0,12 persen (month-to-month) atau 3,44 persen (year-on-year).
Agus pun yakin kondisi perekonomian yang stabil tetap dapat membuat Indonesia menarik di mata investor. “Kalaupun sempat ada arus modal keluar (capital outflow), kami dapat memahami, tapi karena konsistensi dan koordinasi yang dijaga, kami yakin dana yang temporary keluar itu akan kembali lagi,” ucapnya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai langkah BI merespons pelemahan rupiah dengan membuka peluang untuk menaikkan suku bunga acuan sudah tepat. Dengan demikian, aliran dana asing yang keluar dapat tertahan. Dia memprediksi, jika terjadi kenaikan suku bunga, akan berada di kisaran 25-50 basis poin. “Nilai aset, baik surat utang maupun saham, akan lebih menarik di mata investor,” katanya.