TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Novani Karina Saputri memperkirakan potensi transaksi keuangan digital di Indonesia bakal meningkat lebih dari 200 persen pada 2021 mendatang. Angka itu dibandingkan dengan nilai transaksi pada 2015 senilai US$ 4,61 miliar.
Sementara itu, jumlah pengguna transaksi digital pada 2015 adalah sebesar 22,2 juta orang. Angka ini diperkirakan meningkat hampir dua kali lipat di tahun 2020 mendatang.
Baca: Penetrasi Internet Untungkan Jasa Keuangan Digital
Kenaikan potensi transaksi dan jumlah pengguna transaksi keuangan digital itu di antaranya karena Indonesia dianggap pasar digital yang menjanjikan. Potensi ini sudah digambarkan pemerintah dengan target menjadikan Indonesia sebagai pasar digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020. Kontribusi pasar digital terhadap PDB juga diupayakan terus meningkat.
Novani memprediksi kontribusi pasar digital terhadap PDB pada tahun ini akan meningkat hingga 10 persen. "Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2016, kontribusi pasar digital terhadap PDB Indonesia adalah 3,61 persen. Jumlah ini kembali meningkat menjadi 4 persen pada tahun 2017,” kata Novani dalam siaran pers, Rabu, 4 April 2018.
Proyeksi ini didasarkan pada beberapa hal, salah satunya adalah data Bank Indonesia, Kadata 2017 yang menjelaskan bahwa nilai transaksi e-commerce di Indonesia yang terus meningkat dalam empat tahun terakhir. Kenaikan nilai transaksi ini juga diikuti adanya peningkatan nilai transaksi pangsa e-commerce terhadap ritel yang juga terus merangkak naik dengan proyeksi 3,1 persen di tahun 2017.
Meningkatnya transaksi keuangan digital di Indonesia ini tentunya menjadi angin segar bagi investor dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini tentu menarik minat mereka untuk menanamkan modalnya dalam bentuk investasi dana pada perusahaan di Indonesia maupun menanamkan modal dalam bentuk perusahaan berbasis teknologi dan komunikasi itu sendiri.
Sehingga tidak menutup kemungkinan, pertumbuhan ekonomi di Indonesia ke depannya akan banyak disokong dari sektor ekonomi digital. Pembangunan infrastruktur kawasan industri dan sektor penunjang ekonomi tentu saja bisa menghabiskan anggaran yang besar.
Sedangkan Indonesia belum memiliki tabungan yang cukup untuk mendanai pembangunan tersebut dari kantong sendiri. Dengan begitu, pembangunan tidak bisa bertumpu pada investasi dalam negeri saja.
Investasi asing masuk ke Indonesia itu bagus, menurut Novani, karena tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi secara makro, tetapi juga dapat membuka lapangan kerja yang yang secara tidak secara langsung juga akan mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Lapangan kerja baru juga akan meningkatkan daya beli masyarakat, menambah capital lending.
Dampak lanjutan dari perkembangan keuangan digital berupa capital lending itu yang dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perusahaan dalam negeri, memberikan edukasi mengenai kualitas produk, teknologi produksi dan etos kerja yang baik. "Jadi, investasi bukan hanya dilakukan untuk kepentingan ekonomi, tetapi juga membangun investasi intelektual bagi tenaga kerja,” kata Novani.