TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah merilis data jumlah utang pemerintah Indonesia hingga akhir Februari 2018 mencapai Rp 4.035 triliun. Posisi ini naik 13,46 persen dibanding periode yang sama tahun lalu Rp 3.556 triliun atau 29,24 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Schneider Siahaan memastikan negara mampu membayar utang tersebut dengan strategi politik anggaran dan pengelolaan utang yang baik.
Strategi yang dimaksud Scheneider adalah, jika penerimaan pajak tahun ini diperkirakan mencapai Rp 1.800 triliun dibagi dengan struktur jatuh tempo utang, pemerintah mampu melunasi utang dalam jangka waktu sembilan tahun. "Utang rata-rata akan lunas selama sembilan tahun. Jika utang sekitar Rp 4.000 triliun dibagi sembilan tahun, setiap tahun kita bayar Rp 450 triliun," ujarnya.
Kalau negara punya penerimaan Rp 1.800 triliun dan utang jatuh tempo Rp 450 triliun, Scheneider melanjutkan, negara tentu mampu membayar utang tersebut. "Jadi itu yang namanya mengelola," ucapnya.
Simak: Rasio Kredit 22 Bank di Atas 5 Persen
Karena itu, dia menambahkan, pemerintah harus mampu mengelola pembiayaan fiskal, di antaranya dilakukan secara pruden dan terukur, mengutamakan efisiensi biaya, serta selaras dengan pengembangan pasar keuangan.
Kepercayaan diri pemerintah makin meningkat karena rasio PDB masih terjaga pada level aman. Per akhir Januari 2018, PDB tercatat 29,1 persen atau masih di bawah batas 60 persen, yang ditetapkan Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003.
Senada dengan itu, Deputi Direktur Departemen Statistik Bank Indonesia Tutuk Cahyono mengatakan utang pemerintah masih tumbuh stabil sejalan dengan kebutuhan pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur dan kegiatan produktif lain. "Masih terjaga dengan baik," tuturnya di lokasi yang sama.
Rasio PDB Indonesia saat ini tercatat relatif kecil dibanding negara lain, seperti Vietnam dengan rasio PDB 63,4 persen, Thailand 41,8 persen, Malaysia 52,7 persen, dan Brasil 81,2 persen.