TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo memperkirakan nilai tukar rupiah terus menurun hingga 22 Maret 2018. Sebab, pada tanggal itu, anggota The Federal Open Market Committee (FOMC) akan melakukan pertemuan rutin.
"Kemungkinan besar mereka akan meningkatkan Fed Fund Rate di situ," kata Agus Marto setelah menghadiri konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 14 Maret 2018. Keputusan The Fed itulah yang kemudian mempengaruhi pergerakan kurs sejumlah mata uang, termasuk rupiah.
Baca: Naik 32 Poin, Rupiah Lanjutkan Apresiasi Dua Hari Berturut-turut
Pada pagi hari ini, kurs rupiah berada di level 13.757 per dolar Amerika Serikat. Angka ini menguat ketimbang pada awal pekan lalu yang menembus level 13.794 per dolar Amerika.
Lebih jauh, Agus Marto menyebutkan defisit dalam transaksi perdagangan Indonesia mengakibatkan nilai tukar rupiah mengalami tekanan berupa fluktuasi pada Februari-Maret 2018. Meski begitu, ia menuturkan fluktuasi yang saat ini terjadi masih dalam batas yang sehat.
Baca Juga:
Jika Fed Fund Rate benar-benar naik saat pertemuan FOMC nanti, ucap Agus Marto, Bank Indonesia belum tentu akan melakukan penyesuaian. BI akan memantau kondisi ekonomi dan dunia serta menjaga inflasi agar tetap stabil.
"Selama masih dalam batas fundamental nilai rupiah, kami biarkan fleksibel. Kalau sudah tidak fundamental, kami akan lakukan stabilisasi," ujar Agus Marto.
Sebelumnya, terkait dengan fluktuasi nilai tukar rupiah, Agus Marto mengatakan ada dua faktor utama. Salah satunya peraturan Presiden Amerika Donald J. Trump terkait dengan bea masuk baja dan aluminium.
Faktor kedua penyebab fluktuasi rupiah, tutur dia, adalah rencana The Fed meningkatkan suku bunga dolar Amerika lebih dari tiga kali. Agus menyebutkan puncak fluktuasi dapat dilihat pada 22 Maret mendatang saat anggota FOMC berkumpul membahas hal tersebut.