TEMPO.CO, Jakarta - Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) menerbitkan laporan yang berisi prediksi bahwa konsumsi kedelai akan melonjak akibat regulasi pengetatan pemberian rekomendasi impor jagung. Pelaku usaha pakan ternak dinilai akan menggunakan kedelai sebagai pengganti komposisi tambahan pakan ternak ketika harga jagung meninggi.
Namun, Kementerian Pertanian RI tidak ambil pusing terhadap hal tersebut. Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mengatakan pemerintah tidak perlu melakukan impor jagung karena sudah berhasil melakukan ekspor dan memenuhi pasokan dalam negeri.
"Mengapa impor? Saya (akan) ekspor jagung 26 ribu ton, (lalu) 56 ribu ton," katanya pada Kamis, 1 Maret 2018.
Baca juga: Harga Jagung Anjlok, Pemerintah Pilih Ekspor ke Filipina
Mentan mengatakan kalau ingin pertanian maju harus memanfaatkan alat mekanisasi yang bisa menekan biaya produksi sebesar 50 persen dan mempercepat masa tanam. Selain itu juga mekanisasi dapat menghilangkan biaya kerugian yang selama ini diderita oleh petani.
Dia akan mengubah paradigma pertanian yang selama ini konvensional menjadi sesuatu yang modern. Lalu melakukan pendekatan kesejahteraan bagi petani agar petani terus mengolah lahan.
"Kalau dikalkulasi, losses (kehilangan) yang biasa diderita petani itu 10,2 persen bisa kita minimalisir. Kalau dikalkulasikan dengan total produksi bisa sekitar Rp 28 triliun dengan pertanian manual," katanya.
Kementerian pertanian melakukan pengembangan teknologi mekanisasi berupa prototipe alat mesin pertanian (alsintan) yang mendukung petani menjalankan pertanian modern. Terdapat lima komoditas yang menjadi perhatian utama, yaitu padi, jagung, bawang merah, cabe dan kakao.
Masing-masing komoditas memiliki alat mekanisasi yang berbeda. Misalnya jagung yang mempunyai 7 alat, yaitu direct seeder, corn mower, pemipil jagung mini, pemipil jagung berkolobot, dryer, penelung jagung dan combine harvester.