TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan penetapan kuota impor garam diambil berdasarkan kebutuhan industri. Jumlahnya ditetapkan sebanyak 3,7 juta ton.
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian, Elen Setiadi, mengatakan pemerintah mengacu kepada data dari Kementerian Perindustrian serta data Badan Pusat Statistik (BPS). "Tahun ini digunakan data dua-duanya," kata dia saat dihubungi Tempo, Rabu, 24 Januari 2018.
Simak: Setkab: Tak Ada Instruksi dari Presiden Soal Impor Garam
Elen menuturkan, kebutuhan garam industri ini tahun ini berdasarkan data Kemenperin sebesar 3,7 juta ton. Sementara berdasarkan data BPS kebutuhannya sebanyak 3,6 juta ton.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono, membenarkan data tersebut. "Total kebutuhan garam untuk industri tahun ini tepatnya sebanyak 3,77 juta ton," kata dia saat dihubungi.
Industri petrokimia membutuhkan garam paling banyak dengan jumlah mencapai 1,78 juta ton. Industri lainnya yang membutuhkan banyak pasokan garam adalah industri pulp dan kertas sebanyak 708 ribu ton, aneka pangan 535 ribu ton, dan pengasinan ikan 460 ribu ton.
Data kebutuhan garam tersebut berbeda dengan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Achmad menuturkan, perbedaan itu sebabkan karena KKP menggunakan data sampling BPS terhadap kebutuhan garam industri. "Karena sampling sifatnya, ada beberapa sektor industri yang tidak tercover. Saat rapat di kantor kemenko perekonomian, hal itu terungkap," kata dia.