TEMPO.CO, Jakarta - Penyelidikan terkait penggunaan bitcoin di Pulau Bali semakin ditingkatkan seiring dengan meningkatnya peringatan oleh Bank Indonesia (BI) tentang risiko yang ditimbulkan oleh mata uang virtual (cryptocurrency).
“Penyelidikan ini dimulai setelah BI pada 7 Desember 2017 merilis peraturan yang melarang penggunaan cyrptocurrency dalam sistem pembayaran,” kata Causa Iman Karana, kepala kantor perwakilan Bank Indonesia di Bali, Jumat, 19 Januari 2018.
Baca Juga:
“Dari beberapa unggahan di media sosial, kami menemukan bahwa Bali nampaknya telah menjadi tempat berlindung (haven) bagi transaksi bitcoin,” katanya melanjutkan.
Sejumlah pejabat bank sentral dan polisi diinformasikan telah diam-diam menyelidiki sejumlah bisnis di Bali pada akhir 2017. Bisnis-bisnis tersebut secara online mengiklankan tawaran layanan pembayaran dengan menggunakan bitcoin.
Baca juga: BI Gandeng Polisi Selidiki Transaksi dengan Bitcoin di Bali
“Tim penyelidik menemukan dua kafe yang masih menggunakan bitcoin sebagai alat pembayaran, namun 44 bisnis termasuk gerai penyewaan mobil, hotel, perusahaan travel, dan toko perhiasan, yang sebelumnya menawarkan layanan tersebut, kini telah berhenti,” katanya.
Salah satu dari dua kafe yang dimaksud menggunakan bitcoin hanya untuk transaksi senilai lebih dari Rp 243 ribu atau sekitar 0,001 bitcoin.
“Sebuah transaksi tunggal memakan waktu sekitar 1,5 jam untuk diproses dan termasuk biaya sebesar Rp 123 ribu. Jadi hal ini mendorong penggunaan yang lebih luas untuk pembayaran,” ujar Karana.
Meski demikian, ia tidak bersedia menginformasikan nama perusahaan itu karena masih menunggu petunjuk lebih lanjut dari Bank Indonesia di Jakarta.
Baca juga: BI Larang Mata Uang Virtual Sejenis Bitcoin untuk Transaksi
“Langkah selanjutnya adalah kami akan melarang aktivitas mereka seperti yang diamanatkan undang-undang. Kami meminta mereka untuk tidak menggunakannya lagi. Bersama Direktorat Satuan Reserse Kriminal, kami akan memberlakukan peraturan bahwa semua transaksi di Indonesia harus menggunakan rupiah,” tuturnya menegaskan.
Beberapa penduduk lokal di Bali sebelumnya mengungkapkan bahwa bitcoin telah digunakan terutama oleh orang asing di pulau tersebut.
Bank Indonesia sendiri telah menyatakan bahwa kepemilikan mata uang virtual memiliki risiko tinggi dan cenderung spekulatif. Hal ini dikarenakan tidak adanya otoritas yang bertanggung jawab atau secara resmi mengaturnya, juga karena tidak ada underlying asset yang menjadi dasar bagi pergerakan harga.
Pada 7 Desember 2017, BI menekankan pelarangan penggunaan mata uang virtual, termasuk bitcoin, sebagai alat pembayaran. Hal itu ditekankan bank sentral lewat peraturan Bank Indonesia untuk teknologi finansial atau tekfin (Fintech).