TEMPO.CO, Jakarta - Bank Dunia memprediksi tiga potensi risiko yang akan menerpa perekonomian Indonesia pada tahun 2018 mendatang. Country Director Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo A. Chavez menyebut tiga potensi risiko tersebut adalah perlambatan konsumsi rumah tangga, pelemahan harga komoditas, dan gejolak pasar keuangan global.
Meski pada kuartal III 2017 konsumsi rumah tangga cenderung meningkat, kata Rodrigo, namun potensi pertumbuhan untuk tahun mendatang masih tentatif atau belum pasti. "Terdapat banyak sinyal beragam, terutama sampai triwulan (kuartal)," katanya dalam acara Indonesia Economic Quarterly 2017 di Jakarta, Kamis, 14 Desember 2017.
Baca: Jokowi: Ekonomi Kita Tak Terpengaruh oleh Pilkada
Rodrigo mengatakan potensi penurunan konsumsi rumah tangga harus sangat diperhatikan karena akan berdampak besar pada pengeluaran. Lebih dari separuh Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia, kata Rodrigo, adalah komponen konsumsi rumah tangga.
Bank Dunia telah memperkirakan ekonomi Indonesia di tahun 2018 masih akan tumbuh sedang. PDB Indonesia diprediksi tumbuh sekitar 5,3 persen, lebih rendah 0,1 persen dari target pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (2018) sebesar 5,4 persen. Penerimaan negara juga diperkirakan berada di level Rp 1.886 triliun, sedikit lebih rendah dari target pemerintah sekitar Rp 1.895 triliun.
Selanjutnya, Rodrigo penurunan harga komoditas di tahun mendatang patut diwaspadai. Meski pemerintah telah melakukan diversifikasi ekonomi dalam beberapa tahun terakhir, menurutnya, perekonomian Indonesia masih sangat ditopang oleh sektor komoditas. "Penurunan harga komoditas dapat melemahkan nilai tukar perdagangan dan memberi tekanan pada penerimaan negara," ujarnya.
Terakhir, kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, juga diprediksi memicu gejolak pasar keuangan. Pada Rabu lalu, 13 Desember 2017, The Fed resmi menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 0,25 persen ke kisaran 1,25-1,50 persen. "Gejolak ini dapat menyebabkan arus modal keluar secara tiba-tiba dari negara berkembang seperti Indonesia," kata Rodrigo.
Meski demikian, Bank Dunia menilai fondasi makro ekonomi Indonesia saat ini masih sangat kuat. Ekonom Bank Dunia, Frederico Gil Sander mengatakan pemerintah Indonesia punya cukup persiapan untuk menghadapi potensi resiko, bahkan krisis. Salah satu indikatornya adalah meningkat level ekspor, pasca perbaikan nilai komoditas. "Saya optimistis, Indonesia telah banyak belajar dari kondisi perekonomian sebelumnya," ujarnya.