TEMPO.CO, Jakarta - Ada banyak pilihan bagi masyarakat untuk berinvestasi. Salah satu pertimbangan dalam memilih produk investasi, menurut perencana keuangan Finansia Consulting, Eko Endarto, adalah usia saat memulainya. "Kalau masih muda, pilih yang risikonya tinggi, misalnya reksa dana saham, saham, atau emas, enggak masalah," ucapnya kepada Tempo, Jumat, 20 Oktober 2017.
Alasannya, investor yang berusia muda masih ditunjang oleh gaji bulanan, sehingga dana investasi tersebut tidak perlu diambil, terutama ketika nilainya sedang turun. Investasi yang berisiko tinggi itu, ujar dia, akan sebanding dengan hasilnya yang juga tinggi. "Kalau pensiunan, jangan di situ. Sebab, kalau dia mau mencairkan tapi harga saham lagi turun, kan susah."
Baca Juga:
Dia berujar, usia yang tepat untuk mengambil investasi berisiko tinggi adalah 20-40 tahun. Sedangkan untuk usia di atas 40 tahun hingga menjelang pensiun, Eko menyarankan mulai membagi jenis investasi menjadi yang berisiko tinggi dan sedang, misalnya obligasi.
Baca: Karyawan Bergaji Rp 5 Juta Tetap Bisa Investasi, Begini Caranya..
Properti juga bisa menjadi pilihan untuk berinvestasi. Namun lagi-lagi Eko mengingatkan agar tidak salah memilih. "Kalau sudah di atas 40 tahun, jangan lagi pilih properti jangka panjang, melainkan properti jangka pendek, misalnya kontrakan atau kos-kosan," ujarnya. Eko menilai risiko berinvestasi di bidang properti cukup tinggi lantaran likuiditasnya yang tidak tinggi.
Sementara itu, para pensiunan tidak perlu khawatir tidak bisa berinvestasi. Sebab, menurut Eko, ada beberapa pilihan investasi berisiko rendah, misalnya deposito dan reksadana pasar uang yang bisa menjadi pilihan.
Adapun alokasi dana yang dia sarankan untuk berinvestasi adalah sekitar 10 persen dari gaji bulanan. Sebelum bisa berinvestasi, dia menyarankan agar menabung dulu hingga saldo yang dimiliki sekitar tiga kali pengeluaran bulanan. Dia juga menganjurkan adanya dana proteksi sebesar 10 persen dari gaji setiap bulan.
CAESAR AKBAR