TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendesak Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan tinjauan terhadap perjanjian polis asuransi. Ia berpendapat perjanjian polis asuransi rawan tindakan fraud jika tidak ada penyeragaman standar kontrak asuransi.
“Asuransi itu produk yang spesifik dan rumit,” ujar Tulus dikutip dari siaran pers YLKI, Sabtu, 30 September 2017.
Menurutnya, dengan kerumitan yang ada di dalam sistem asuransi membuay mayoritas konsumen mengalami asimetri informasi produk jasa asuransi. Sehingga saat konsumen bertransaksi dengan perusahaan asuransi, rawan timbul perasaan dijebak.
Tulus menjelaskan, OJK harus proaktif melakukan pengawasan untuk memastikan bahwa tidak adanya unfair contract term dalam praktik di industri asuransi yang sangat merugikan konsumen.
Ia juga mengimbau perusahaan asuransi untuk memperbaiki cara pemasarannya. “Jangan hanya menonjolkan sisi kelebihan produknya, tapi tidak menunjukkan atau menyembunyikan hal-hal yang harus diketahui konsumennya,” ujarnya.
Tulus mengklaim, selama ini sengketa konsumen di bidang asuransi dan berujung pada ditolaknya klaim dipicu adanya kontrak standar yang didesain tidak adil oleh masing-masing perusahaan asuransi.
Selain itu ia juga meminta perusahaan asuransi untuk tidak mencantumkan pasal klausula baku dalam perjanjian standarnya. Menurutnya berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, praktik klausula baku dalam perjanjian standar adalah dilarang dan bisa dipidana.
Pernyataan Tulus merupakan tanggapan dari kasus sengketa antara Arfianus sebagai konsumen asuransi, dengan Allianz sebagai perusahaan asuransi. Sengketa terseut dipicu pengajuan klaim yang ditolak. Hal ini berbuntut penetapan Presiden Direktur PT Asuransi Allianz Life Indonesia, Joachim Wessling, sebagai tersangka tindak pidana di bidang perlindungan konsumen oleh pihak kepolisian 26 September lalu.
M JULNIS FIRMANSYAH