Gedung pencakar langit di kawasan Nanshan Shenzhen, Cina, 6 Agustus 2014. Sebagai negara terbanyak populasi penduduknya, Cina membangun banyak gedung tinggi untuk roda perekonomian. Brent Lewin/Getty Images
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Asia tahun 2015 dan 2016 sebesar 6,3 persen. Angka ini sama dengan tahun 2014.
Menurut, Deputi Direktur ADB Indonesia, Edimon Ginting, pertumbuhan yang stagnan tersebut karena melambatnya pertumbuhan ekonomi Cina. "Ini karena Cina menurun pertumbuhannya, namun ada juga pertumbuhan yang meningkat dari India," kata Edimon dalam acara publikasi ekonomi tahunan ADB, Asian Development Outlook, di Jakarta, Selasa 24 Maret 2015.
Edimon menambahkan, kawasan Asia tetap menjadi penyumbang terbesar bagi pertumbuhan produk domestik bruto global. Berdasarkan data ADB, sejak masa terburuk krisis keuangan global pada 2009, kawasan Asia yang sedang berkembang menyumbangkan 2,3 persenpertumbuhan PBD global atau hampir 60 persen dari pertumbuhan tahunan global yang hanya sebesar 4 persen.
"Delapan negara di kawasan Asia membukukan pertumbuhan di atas 7 persen hampir tiap tahun setelah krisis, termasuk Cina, Laos, dan Sri Lanka," tuturnya.
Edimon menyebutkan, ekonomi Negeri Tirai Bambu akan menjadi 7,2 persen pada 2015 dan 7 persen pada 2016. Padahal setelah krisis keuangan global tahun 2009, pertumbuhan rata-rata Cina sekitar 8,5 persen. "Melambatnya pertumbuhan ekonomi Cina tahun lalu seiring lemahnya investasi untuk aset tetap, terutama di bidang real estat," katanya.
Ekonom Ingatkan Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel
11 hari lalu
Ekonom Ingatkan Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel
Ekonom sekaligus Pendiri Indef Didik J. Rachbini mengingatkan pemerintah Indonesia, termasuk Presiden terpilih dalam Pilpres 2024, untuk mengantisipasi dampak konflik Iran dengan Israel.