10 Kegagalan Ekonomi SBY Versi Indef  

Reporter

Kamis, 27 November 2014 12:54 WIB

Capres nomor urut 1 Prabowo Subianto (kanan) dan capres nomor urut 2 Joko Widodo (kiri) didampingi moderator debat Ahmad Erani Yustika (tengah) bersiap memulai debat calon presiden yang diselenggarakan KPU di Hotel Grand Melia, Jakarta, 15 Juni 2014. ANTARA FOTO/Andika Wahyu

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika membeberkan 10 kegagalan ekonomi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono selama 10 tahun. (Baca juga: BBM Naik, Chatib: Alhamdulillah, Benar Sekali)

"Memang ada beberapa indikator perbaikan makro ekonomi dan sosial, namun sayang banyak indikator ekonomi utama justru memburuk," ujarnya dalam sambutan seminar Prospek Ekonomi Indonesia 2015: Tantangan Kabinet Kerja Memenuhi Ekspektasi di Ballroom Candi Singosari, Grand Sahid Jaya, Kamis, 27 November 2014.

Dalam kajian proyeksi ekonomi tahun depan, Indef melakukan evaluasi kinerja perekonomian 10 tahun, ditemukan 10 indikator kegagalan perekonomian SBY. Pertama, ketimpangan melebar dengan meningkatnya Rasio Gini sebesar 0,5 persen. "Jika pada 2004 sebesar 0,32 persen; tahun 2013 menjadi 0,41 persen," ujarnya. (Lihat pula: JK: Kenaikan BBM Solusi Perbaikan Ekonomi )

Kedua, penurunan kontribusi sektor industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), jika tahun 2004 sumbangan industri terhadap PDB nasional berada di angka 28 persen, namun 2013 konstribusi yang disumbang industri hanya sebesar 23,5 persen.

Ketiga, terjadi defisit neraca perdagangan dari surplus pada 2004 sebesar US$ 25,06 miliar menjadi defisit US$ 4,06 miliar pada 2013. Keempat, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak dibarengi penciptaan lapangan kerja. Sehingga, elastisitas 1 persen pertumbuhan dalam membuka lapangan kerja turun dari 436 ribu menjadi 164 ribu atau turun 272 ribu.

Kelima, efisiensi ekonomi semakin memburuk, hal ini dibuktikan dengan naiknya Incremental Capital Output Ratio (ICOR) dari 4,17 menjadi 4,5. Beberapa hal yang menghambat efisiensi yakni lambannya birokrasi, merajalelanya korupsi, dan keterbatasan infrastruktur. (Baca: Chatib Basri Bocorkan Cerita BBM Naik Era SBY)

Keenam, menurunnya tax ratio dari 12,2 persen menjadi 10,8 persen pada 2013. Ketujuh, kesejahteraan petani menurun 0,92 persen; Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB). "Jika 2004 NTP sebesar 102, namun 2013 hanya 101,96," ujarnya.

Kedelapan, utang pemerintah mencemaskan. Terdapat penurunan rasio utang terhadap PDB, namun utang per kapita naik US$ 531,29 per penduduk pada 2005 menjadi US$ 1.002,69 per penduduk. Pembayaran bunga utang menyedot rata-rata 13,6 persen anggaran pusat, dengan realisasi pembayaran rata-rata 92,7 persen per tahun sepanjang 2005-2013.

Kesembilan, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) naik namun disertai defisit keseimbangan primer. "Tahun 2004 keseimbangan primer surplus 1,83 persen dari PDB; tahun 2013 malah defisit 1,19 persen," paparnya.

Kesepuluh, postur APBN semakin tidak proporsional, boros dan semakin didominasi pengeluaran rutin dan birokrasi. Perinciannya belanja birokrasi naik dari 16,23 persen menjadi 22,17 persen pada 2013, kemudian subsidi energi naik dari 16,2 persen menjadi 20,89 persen, serta belanja modal hanya naik tipis dari 6,4 persen menjadi 8,06 persen.

JAYADI SUPRIADIN

Terpopuler
Chatib Basri Bocorkan Cerita BBM Naik Era SBY
Adnan Buyung Minta KPK Dibubarkan Saja
Boy Sadikin Diusulkan Jadi Pendamping Ahok
Jokowi: Siapa Bilang Melarang Menteri ke DPR
Ical Dikudeta, Koalisi Prabowo Bisa Megap-megap

Berita terkait

Hadiri WEF, Airlangga Beberkan Tantangan RI Ciptakan Lapangan Kerja

4 jam lalu

Hadiri WEF, Airlangga Beberkan Tantangan RI Ciptakan Lapangan Kerja

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bicara besarnya tantangan Indonesia di bidang tenaga kerja, khususnya dalam hal penciptaan lapangan kerja.

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

19 jam lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya

Bank Indonesia: Pertumbuhan Ekonomi Berdaya di Tengah Gejolak Global

4 hari lalu

Bank Indonesia: Pertumbuhan Ekonomi Berdaya di Tengah Gejolak Global

Bank Indonesia prediksi pertumbuhan ekonomi dalam kisaran 4,7 hingga 5,5 persen. Masih berdaya di tengah gejolak global.

Baca Selengkapnya

Pasar Keuangan Global Kian Tak Pasti, BI Perkuat Bauran Kebijakan Moneter

4 hari lalu

Pasar Keuangan Global Kian Tak Pasti, BI Perkuat Bauran Kebijakan Moneter

BI memperkuat bauran kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Prabowo-Gibran Diharap Percepat Pertumbuhan Ekonomi, Tanggal Pendaftaran CPNS 2024

5 hari lalu

Terpopuler: Prabowo-Gibran Diharap Percepat Pertumbuhan Ekonomi, Tanggal Pendaftaran CPNS 2024

Berita terpopuler: Prabowo-Gibran diharap bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi usai dilantik, pendaftaran CPNS 2024 dibuka.

Baca Selengkapnya

Rektor Paramadina Ingatkan Pemerintah Tak Remehkan Dampak Konflik Iran-Israel

6 hari lalu

Rektor Paramadina Ingatkan Pemerintah Tak Remehkan Dampak Konflik Iran-Israel

Didik mengingatkan agar pemerintah tidak menganggap enteng konflik Iran-Israel. Kebijakan fiskal dan moneter tak boleh menambah tekanan inflasi.

Baca Selengkapnya

Di Washington DC, Sri Mulyani Beberkan soal Bonus Demografi Muda hingga Reformasi Kesehatan

8 hari lalu

Di Washington DC, Sri Mulyani Beberkan soal Bonus Demografi Muda hingga Reformasi Kesehatan

Sri Mulyani menekankan pentingnya peningkatan kualitas SDM, baik pada bidang pendidikan maupun kesehatan sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi nasional.

Baca Selengkapnya

Konflik Iran-Israel, Ekonomi Indonesia Terancam Turun di Bawah 5 Persen

8 hari lalu

Konflik Iran-Israel, Ekonomi Indonesia Terancam Turun di Bawah 5 Persen

Pertumbuhan ekonomi Indonesia terancam turun menjadi di bawah 5 persen karena dampak konflik Iran-Israel.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ingatkan Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

11 hari lalu

Ekonom Ingatkan Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

Ekonom sekaligus Pendiri Indef Didik J. Rachbini mengingatkan pemerintah Indonesia, termasuk Presiden terpilih dalam Pilpres 2024, untuk mengantisipasi dampak konflik Iran dengan Israel.

Baca Selengkapnya

ADB Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Pasifik Mencapai 4,9 Persen Tahun Ini, Apa Saja Pemicunya?

18 hari lalu

ADB Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Pasifik Mencapai 4,9 Persen Tahun Ini, Apa Saja Pemicunya?

ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia dan Pasifik bakal mencapai angka rata-rata 4,9 persen pada tahun ini.

Baca Selengkapnya