Mengapa Tiongkok Rem Pertumbuhan Ekonomi?

Reporter

Kamis, 8 Mei 2014 12:08 WIB

REUTERS/Stringer

TEMPO.CO, Jakarta - Berbeda dengan Indonesia yang giat menggenjot pertumbuhan ekonomi, pemerintah Tiongkok justru mengerem laju pertumbuhan ekonominya. Apakah Negeri Tirai Bambu itu sudah merasa cukup makmur? Ternyata, bukan itu alasannya. Pengamat ekonomi dari Bank BCA, David Sumual, menyatakan Tiongkok sudah tidak terobsesi lagi mencapai pertumbuhan ekonomi dua digit.

"Kapasitas sektor industri manufaktur dan properti di Tiongkok sudah melebihi kapasitas," katanya saat dihubungi Tempo, 8 Mei 2014. David menjelaskan, akibat kelebihan kapasitas di industri manufaktur dan properti, saat ini banyak pabrik yang kosong dan proyek properti yang mangkrak. Beberapa wilayah Tiongkok bahkan sudah seperti kota hantu karena tak ada produksi dan properti tak terpakai.

"Pemerintah negara itu akhirnya memperlambat pertumbuhan ekonominya. Karena, jika mereka tetap berambisi tumbuh dua digit, dikhawatirkan malah menjadi bumerang," ujar David. Pertumbuhan ekonomi tertinggi Tiongkok dicapai pada 2010, yakni 10,4 persen. Tahun 2011 turun menjadi 9,2 persen, 7,8 persen pada 2012, dan 7,6 persen pada 2013. Pada kuartal pertama 2014, Tiongkok hanya tumbuh 7,4 persen.

Menurut dia, banyak industri dan properti di Tiongkok yang dibiayai oleh shadow banking. Praktek shadow banking ini mirip dengan praktek investasi di Indonesia. "Bedanya, di Indonesia lebih banyak menawarkan investasi emas, sedangkan di Tiongkok investasi infrastruktur. Shadow banking di sana sekarang sedang macet," tuturnya.

Dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok ini, kata David, tentu berpengaruh pada Indonesia karena permintaan komoditas mereka akan menurun. Padahal, ekspor terbesar Indonesia ke Tiongkok. Di sisi lain, perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok bisa menjadi peluang. Banyak industri-industri di negeri itu yang mulai memikirkan relokasi usaha ke negara lain.

Penyebabnya, tenaga kerja di sana dianggap tak murah lagi dan aturan pemerintah yang ketat soal lingkungan. "Tinggal bagaimana pemerintah Indonesia bisa meyakinkan investor. Mereka juga tertarik membangun smelter (pabrik pengolahan konsentrat logam) di Indonesia," kata David.


AMIR TEJO



Baca juga:

Belanja Iklan, Obat Kulit Manggis Paling Tinggi
Harga Semen Naik, Kualitas Rumah Turun

Terpopuler:
Bangun Tidur, Bupati Bogor Dicokok KPK
Hukum Syariah Aceh Disorot Media Internasional
Soal Investasi Asing, Jokowi Tangkis Serangan SBY

Berita terkait

Hadiri WEF, Airlangga Beberkan Tantangan RI Ciptakan Lapangan Kerja

9 jam lalu

Hadiri WEF, Airlangga Beberkan Tantangan RI Ciptakan Lapangan Kerja

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bicara besarnya tantangan Indonesia di bidang tenaga kerja, khususnya dalam hal penciptaan lapangan kerja.

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

23 jam lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya

Bank Indonesia: Pertumbuhan Ekonomi Berdaya di Tengah Gejolak Global

5 hari lalu

Bank Indonesia: Pertumbuhan Ekonomi Berdaya di Tengah Gejolak Global

Bank Indonesia prediksi pertumbuhan ekonomi dalam kisaran 4,7 hingga 5,5 persen. Masih berdaya di tengah gejolak global.

Baca Selengkapnya

Pasar Keuangan Global Kian Tak Pasti, BI Perkuat Bauran Kebijakan Moneter

5 hari lalu

Pasar Keuangan Global Kian Tak Pasti, BI Perkuat Bauran Kebijakan Moneter

BI memperkuat bauran kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Prabowo-Gibran Diharap Percepat Pertumbuhan Ekonomi, Tanggal Pendaftaran CPNS 2024

5 hari lalu

Terpopuler: Prabowo-Gibran Diharap Percepat Pertumbuhan Ekonomi, Tanggal Pendaftaran CPNS 2024

Berita terpopuler: Prabowo-Gibran diharap bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi usai dilantik, pendaftaran CPNS 2024 dibuka.

Baca Selengkapnya

Rektor Paramadina Ingatkan Pemerintah Tak Remehkan Dampak Konflik Iran-Israel

7 hari lalu

Rektor Paramadina Ingatkan Pemerintah Tak Remehkan Dampak Konflik Iran-Israel

Didik mengingatkan agar pemerintah tidak menganggap enteng konflik Iran-Israel. Kebijakan fiskal dan moneter tak boleh menambah tekanan inflasi.

Baca Selengkapnya

Di Washington DC, Sri Mulyani Beberkan soal Bonus Demografi Muda hingga Reformasi Kesehatan

8 hari lalu

Di Washington DC, Sri Mulyani Beberkan soal Bonus Demografi Muda hingga Reformasi Kesehatan

Sri Mulyani menekankan pentingnya peningkatan kualitas SDM, baik pada bidang pendidikan maupun kesehatan sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi nasional.

Baca Selengkapnya

Konflik Iran-Israel, Ekonomi Indonesia Terancam Turun di Bawah 5 Persen

8 hari lalu

Konflik Iran-Israel, Ekonomi Indonesia Terancam Turun di Bawah 5 Persen

Pertumbuhan ekonomi Indonesia terancam turun menjadi di bawah 5 persen karena dampak konflik Iran-Israel.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ingatkan Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

11 hari lalu

Ekonom Ingatkan Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

Ekonom sekaligus Pendiri Indef Didik J. Rachbini mengingatkan pemerintah Indonesia, termasuk Presiden terpilih dalam Pilpres 2024, untuk mengantisipasi dampak konflik Iran dengan Israel.

Baca Selengkapnya

ADB Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Pasifik Mencapai 4,9 Persen Tahun Ini, Apa Saja Pemicunya?

18 hari lalu

ADB Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Pasifik Mencapai 4,9 Persen Tahun Ini, Apa Saja Pemicunya?

ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia dan Pasifik bakal mencapai angka rata-rata 4,9 persen pada tahun ini.

Baca Selengkapnya