Kelas Menengah Kian Terhimpit, Belanja Rumah Tak Lagi jadi Prioritas?

Senin, 2 September 2024 07:36 WIB

Pengunjung melihat maket perumahan pada pameran Indonesia Properti Expo 2022 di JCC, Jakarta, Ahad, 20 November 2022. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melihat pameran Indonesia Property Expo (IPEX) 2022 dapat menjadi peluang untuk mendorong perekonomian sekaligus mengentaskan backlog atau kekurangan perumahan yang masih tinggi, yakni 12,75 juta unit. ANTARA/Rivan Awal Lingga

TEMPO.CO, Jakarta - Sudah sebulan belalangan Firdaus Rokhman melihat-lihat tawaran dan iklan properti di pinggiran kota Jakarta. Pegawai swasta di salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Jakarta Selatan yang masuk dalam golongan kelas menengah itu mengaku sudah membicarakan tentang rencana memiliki hunian pribadi dengan istrinya. Namun hingga kini ia belum juga memutuskan untuk mengambil kredit perumahan.

“Beli rumah belum jadi prioritas utama sekarang,” kata Firdaus kepada Tempo, Sabtu 31 Agustus 2024.

Dia masih lebih memilih tinggal di rumah kontakan dengan biaya Rp 26 juta per tahun yang lokasinya dekat dengan tempat kerja. Alasannya, biaya untuk kredit rumah yang masih tinggi, sementara perumahan murah umumnya tersisa di pinggiran kota Jakarta.

“Rumah juga butuh biaya perawatan yang tidak sedikit. Lebih baik uangnya saya simpan dengan cara beli emas,” ujarnya.

Firdaus hanya satu dari beberapa kelas menengah yang tidak menanggap punya rumah pribadi sebagai prioritas utama. Rekannya, Geril Dwira, juga memiliki pandangan serupa. Ditemui di lokasi yang sama, mereka menyatakan rumah bukan kebutuhan penting saat ini.

Advertising
Advertising

Cicilan yang makin melambung, menurut Geril, otomatis menjadikan rumah bukan kebutuhan utama. “Ada alternatif sewa yang lebih murah. Lagi pula harga-harga sekarang naik dan peningkatan UMR (Upah Minimum Regional) enggak setara dengan laju harga properti,” kata Geril.

Mahalnya kredit rumah juga jadi alasan Ade masih mengubur niatnya membeli rumah pribadi, setidaknya hingga saat ini. Pekerja di Jakarta Barat tersebut mengaku masih ada pengeluaran prioritas lain yang lebih mendesak.

Dengan gaji sedikit di atas UMR Jakarta berarti Ade harus mencari cicilan rumah sekitar Rp 1- 2 juta. Namun cicilan KPR non-subsidi yang ditawarkan beberapa bank berada pada kisaran Rp 2,5 - 4 juta. “Gaji Rp 6 juta jangan berharap punya rumah komersil,” kata dia.

Fenomena menurunnya belanja perumahan warga kelas menengah sebelumnya telah dipaparkan Pelaksana Tugas Kepala Badan Pusat Statistik, Amalia Adininggar Widyasanti. BPS mencatat prioritas pengeluaran kelas menengah berupa perumahan dan makanan menurun, sementara belanja hiburan dan keperluan pesta naik.

“Ada pergeseran atau shifting prioritas pengeluaran kelas menengah dalam 10 tahun terakhir,” ujar Amalia dalam rapat degan komisi XI di DPR, Rabu 28 Agustus 2024.

Satu dekade lalu, Amalia menyatakan sebesar 45,5 persen pengeluaran kelas menengah untuk makanan minuman, namun saat ini hanya 41,67 persen. Belanja perumahan yang tadinya lebih dari 32 persen, sekarang hanya sekitar 28,5 persen.

Strategi Meningkatkan Belanja Perumahan

Untuk meningkatkan daya beli rumah kelas menengah, pemerintah menerapkan kebijakan pengurangan pajak perumahan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengumumkan pemerintah memutuskan memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sektor perumahan sebesar 100 persen sampai Desember 2024.

Bekas Pemimpin Partai Golkar itu mengatakan rencana perpanjangan telah disetujui Presiden Joko Widodo atau Jokowi. “PMK (peraturan menteri keuangannya)-nya sedang disiapkan Menkeu,” ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian, beberapa waktu lalu.

Pengamat perumahan dari Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda, mengatakan dari datanya PPN DTP saat ini tidak terlalu signifikan dampaknya bagi daya beli. “Bagi pengembang relatif tidak berpengaruh pada profit namun penjualan bisa diharapkan meningkat dan konsumen akan terbantu,” ujarnya lewat pesan singkat, 27 Agustus 2024.

Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Teuku Riefky mengatakan pemerintah perlu mendorong peningkatan kelas menengah juga daya belinya. Jika dibiarkan terus turun, maka pertumbuhan ekonomi tinggi akan sulit dicapai.

BPS mengkategorikan kelas menengah sebagai masyarakat yang pengeluarannya sekitar Rp 2,04 juta sampai 9,9 juta per kapita per bulan. Dalam satu dekade terkahir, kelas menengah RI menurun 9,48 juta orang, bahkan angka pengeluarannya makin lama kian mendekati batas bawah.

Artinya banyak kelas menengah terancam turun kasta kasta lebih rendah atau aspiring middle class (calon kelas menengah) atau bahkan turun lebih rendah lagi ke kelompok rentan miskin.

Pilihan Editor: Banyak Kalangan Kelas Menengah Turun Kasta, Siapa yang Termasuk Kelompok Kelas Menengah?

Berita terkait

BPS Catat Neraca Perdagangan Indonesia Agustus 2024 Surplus US$ 2,90 Miliar, Surplus 52 Bulan Berturut-turut

1 hari lalu

BPS Catat Neraca Perdagangan Indonesia Agustus 2024 Surplus US$ 2,90 Miliar, Surplus 52 Bulan Berturut-turut

BPS mencatat Indonesia alami surplus perdagangan US$ 2,90 miliar pada Agustus 2024. Capaian ini membuat perdagangan konsisten surplus sejak Mei 2020.

Baca Selengkapnya

Waspada Krisis Ekonomi, Indef Minta Bank Sentral Intervensi

2 hari lalu

Waspada Krisis Ekonomi, Indef Minta Bank Sentral Intervensi

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan Indonesia kini menghadapi sinyal krisis ekonomi. Perlu intervensi Bank Indonesia

Baca Selengkapnya

Pengertian Credit Scoring dan Dampaknya bagi UMKM?

3 hari lalu

Pengertian Credit Scoring dan Dampaknya bagi UMKM?

Credit scoring adalah metode penilaian yang digunakan oleh lembaga keuangan untuk menentukan kelayakan kredit UMKM.

Baca Selengkapnya

5 Negara Termiskin di Asia Tenggara Berdasarkan PDB per Kapita 2024, Ada Indonesia?

5 hari lalu

5 Negara Termiskin di Asia Tenggara Berdasarkan PDB per Kapita 2024, Ada Indonesia?

Ini dia deretan negara di Asia Tenggara dengan PDB per kapita terendah pada April 2024 menurut data IMF. Indonesia ada diurutan ke-7.

Baca Selengkapnya

Diskusi INDEF Soroti Subsidi Tiket KRL Berbasis NIK: Kelas Menengah Semakin Terpuruk, Bisa Turun Kelas

5 hari lalu

Diskusi INDEF Soroti Subsidi Tiket KRL Berbasis NIK: Kelas Menengah Semakin Terpuruk, Bisa Turun Kelas

Wacana Subsidi tiket KRL berbasis NIK mengemuka usai Menhub Budi Karya. Diskusi INDEF bahas dalam diskusi Kelas Menengah Turun Kelas.

Baca Selengkapnya

Dosen Unair Sebut Alasan Penurunan Jumlah Kelas Menengah dan Solusi Agar Tidak Terpuruk

5 hari lalu

Dosen Unair Sebut Alasan Penurunan Jumlah Kelas Menengah dan Solusi Agar Tidak Terpuruk

Data BPS menunjukkan penurunan signifikan pada proporsi kelas menengah dari 57,33 juta jiwa pada 2019 menjadi 47,85 juta jiwa pada 2024.

Baca Selengkapnya

Kelas Menengah Jatuh Miskin, BPS: Buat Perekonomian Tidak Tahan Guncangan

6 hari lalu

Kelas Menengah Jatuh Miskin, BPS: Buat Perekonomian Tidak Tahan Guncangan

Data BPS menunjukkan porsi masyarakat dengan ekonomi kelas menengah menurun sejak pandemi Covid-19 pada 2019 lalu. Apa dampaknya?

Baca Selengkapnya

SOBP OJK: Kinerja Perbankan di Triwulan III Baik Seiring Membaiknya Ekonomi Domestik

8 hari lalu

SOBP OJK: Kinerja Perbankan di Triwulan III Baik Seiring Membaiknya Ekonomi Domestik

Hasil sigi ini menemukan responden makin optimistis bahwa kinerja perbankan akan semakin baik pada triwulan III 2024.

Baca Selengkapnya

Samuel Sekuritas: IHSG Berhasil Rebound di Sesi Pertama Hari Ini ke Level 7.731

8 hari lalu

Samuel Sekuritas: IHSG Berhasil Rebound di Sesi Pertama Hari Ini ke Level 7.731

Setelah melemah kemarin, IHSG berhasil rebound di sesi pertama hari ini dan menutup sesi di level 7.731 (+0,36 persen).

Baca Selengkapnya

Ekonom Minta Pemerintahan Prabowo Tunda Kebijakan yang Bebani Kelas Menengah

8 hari lalu

Ekonom Minta Pemerintahan Prabowo Tunda Kebijakan yang Bebani Kelas Menengah

Menurut ekonom Indef, jika Berbagai kebijakan pungutan dan iuran yang bakal berlaku di era Prabowo tak ditunda bisa menurunkan angka kelas menengah

Baca Selengkapnya