Ekonom LPEM FEB UI Anjurkan BI Tahan Suku Bunga 6,25 Persen pada Hasil Pertemuan Besok
Reporter
Ilona Estherina
Editor
Grace gandhi
Selasa, 20 Agustus 2024 20:41 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky menilai Bank Indonesia perlu mempertahankan suku bunga acuan di level 6,25 persen.
Adapun Rapat Dewan Gubernur BI sedang berlangsung pada 20-21 Agustus. Peneliti ekonomi makro tersebut mengatakan meski inflasi mulai melandai, penurunan suku bunga yang terlalu cepat dapat meningkatkan volatilitas rupiah dan berpotensi melemahkan kurs. “Karena dapat memicu arus modal keluar,” ujar Riefky dalam analisisnya yang diterbitkan Selasa, 20 Agustus 2024.
Untuk menjaga perbedaan suku bunga dan menstabilkan mata uang, Bank Indonesia perlu menyelaraskan momentum penurunan suku bunga dengan pelonggaran moneter bank sentral Amerika atau the Fed. Oleh karena itu, BI masih perlu menahan suku bunga acuan.
Sementara itu, rupiah menguat atau terapresiasi sebesar 3,80 persen menjadi 15.675 per dolar AS antara 30 Juli hingga 14 Agustus. Hal ini, menurut Riefky, didukung oleh arus modal masuk di tengah ekspektasi penurunan suku bunga The Fed.
Adapun cadangan devisa saat ini mencapai US$ 145,4 miliar pada Juli 2024. Angka tersebut meningkat US$ 5,2 miliar dari US$140,2 miliar pada bulan sebelumnya.
Selanjutnya: Inflasi yang menurun terlihat dari catatan pada Juli 2024....
<!--more-->
Inflasi yang menurun terlihat dari catatan pada Juli 2024, inflasi umum melambat menjadi 2,13 persen secara tahunan atau year on year (yoy), turun dari sebelumnya 2,51 persen (yoy). Hal ini sekaligus menandai tingkat terendah sejak Februari 2022 namun tetap berada dalam kisaran target BI sebesar 1,50 persen hingga 3,50 persen.
Di Amerika Serikat, inflasi juga turun ke 2,9 persen (yoy) Juli 2024 dari bulan sebelumnya 3,0 persen (yoy). Perkembangan terkini inflasi di AS, menurut Riefky, relatif mengejutkan ekspektasi pasar yang menduga inflasi akan stabil di kisaran 3 persen dan menandai pertama kalinya inflasi umum negara tersebut turun di bawah 3 persen sejak Maret 2021.
Ini menjadi salah satu indikator hampir pastinya The Fed memangkas suku bunga. Khususnya, setelah AS tidak mengubah tingkat suku bunga acuannya pada rapat kebijakan atau Federal Open Market Committee (FOMC) Juli lalu.
Kondisi terkini terkait inflasi dan pasar tenaga kerja di AS mendorong naiknya ekspektasi bahwa akan terjadi penurunan suku bunga acuan di rapat FOMC September mendatang. Berdasarkan data CME FedWatch Tool, sebuah indikator yang mengukur ekspektasi pasar terhadap tingkat suku bunga acuan atau Fed Funds Rate (FFR), probabilitas the Fed untuk menahan suku bunganya dalam FOMC mendatang sudah menyentuh 0 persen sejak 24 Juli lalu.
Hingga 16 Agustus, ekspektasi pasar mengindikasikan adanya 75 persen kemungkinan pemotongan suku bunga sebesar 25 bps dan 25 persen probabilitas pemotongan suku bunga sebesar 50 bps oleh the Fed di rapat FOMC berikutnya.
Pilihan Editor: Siap-siap War Tiket Konser Green Day Selasa Depan, Harga Termurah Rp 1,5 Juta