Regulator OJK Sempat Kena Teror Pinjol, Begini Ceritanya
Reporter
Defara Dhanya Paramitha
Editor
Grace gandhi
Kamis, 1 Februari 2024 21:41 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan penagihan kredit atau pinjaman online alias pinjol, kerap kali tidak sesuai dengan aturan. Bahkan, teror pinjol sering mengganggu kehidupan masyarakat melalui banyaknya panggilan yang masuk.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengaku dia sempat terkena teror pinjol tersebut.
“Ini saya cerita, saya mengalami sendiri, kira-kira 3 hari yang lalu, saya lagi sibuk gitu ya, tapi ada satu telpon nomor cantik yang nelpon saya terus,” ujar Friderica dalam media briefing di Gedung Wisma Mulia 2, Jakarta, Kamis, 1 Februari 2024.
Friderica, atau yang akrab disapa Kiki, mengatakan dia penasaran karena yang menghubunginya adalah nomor cantik. Biasanya, jika telepon masuk berasal dari desk phone atau nomor kantor, dia tidak akan mengangkatnya.
“Tapi yang ini nomor cantik, saya kepo juga pengen ngangkat. Saya angkat sudah siang karena saya ditelpon ini banyak banget,” tuturnya.
Setelah menerima telepon tersebut, Kiki mengetahui kalau ternyata panggilan itu berasal dari debt collector pinjol. Dia menduga nomor teleponnya dikaitkan oleh mantan driver atau sopirnya yang menggunakan satu produk PUJK (Pelaku Usaha Jasa Keuangan) dan tidak bisa membayar.
Kiki menekankan bahwa hal itu merupakan tanda untuk menggunakan pinjol secara bijaksana. Jika tidak, maka kerugiannya bisa merembet kepada kerabat atau orang-orang terdekat. Kasus semacam inilah yang sering terjadi di masyarakat. Bahkan, kata Kiki, tidak hanya pinjol ilegal, tapi juga bisa terjadi pada pinjol yang berizin legal dari OJK.
Selanjutnya: “Jadi intinya, walaupun produknya legal, kalo masyarakat menggunakannya...."
<!--more-->
“Jadi intinya, walaupun produknya legal, kalo masyarakat menggunakannya dengan tidak bijak, bisa jadi korban juga, dan tidak hanya kena ke dia tapi juga orang di sekitarnya,” kata Kiki. “Karena seperti tadi saya ceritakan, saya sendiri juga jadi korban dari collection-collection tersebut.”
Menurutnya, tindakan penagihan yang dilakukan oleh debt collector seperti itu bisa mengikis kepercayaan masyarakat pada industri jasa keuangan. Bahkan, terdapat kasus di mana korban sampai mengadu kepada Presiden.
"Ini kita lihat bagaimana nasabah itu sampai mengadu ke Bapak Presiden, sampai berkemah di OJK dan lain-lain. Setiap hari kita mendengar berita tentang debt collector yang melakukan kekerasan, perusahaan pembiayaan kemudian mengatakan 'oh itu dari pihak ketiga' dan lain-lain. Juga banyak sekali gangguan chat dan telpon penagihan dan sebagainya," ujar Kiki.
Sebagai informasi, OJK telah mengatur penagihan atau pembiayaan kredit bagi PUJK seperti pinjol hingga perbankan. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
PUJK yang memiliki produk kredit atau pembiayaan ini diperbolehkan untuk menagih pada Senin hingga Sabtu. Dalam enam hari tersebut, waktu penagihan dibatasi dari jam 08.00 pagi hingga pukul 20.00 waktu setempat.
Kemudian, PUJK wajib memastikan penagihan dilakukan kepada konsumen. Penagihan terhadap pihak selain konsumen, seperti teman dan saudara, adalah hal yang dilarang karena dapat menimbulkan ketidaknyamanan kepada yang bersangkutan. Selain itu, penagihan tidak boleh menggunakan kekerasan baik secara fisik maupun verbal.
Apabila melanggar, PUJK dapat diberikan sanski administratif oleh OJK berupa peringatan tertulis, pembatasan produk atau layanan, pembekuan produk atau layanan, pemberhentian pengurus, hingga pencabutan izin usaha. Bahkan, PUJK bisa dikenakan denda administratif hingga Rp 15 miliar.
Pilihan Editor: Gerbong Kereta Buatan Indonesia Diekspor ke Selandia Baru, LPEI Suntik US$ 11,9 Juta