TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom sekaligus Director of Digital Economy Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, memberikan alternatif terkait skema student loan alias pinjaman mahasiswa tanpa bunga yang tidak kunjung terlaksana. Pasalnya, ketentuan itu sebetulnya sudah diamanatkan lewat Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti).
“Di Indonesia harusnya bisa menerapkan skema student loan dengan tanpa bunga atau bunga dibayarkan oleh pemerintah,” ujar Nailul ketika dihubungi, Kamis, 1 Februari 2024.
Nailul pun memberikan alernatif lain, di mana pemerintah bisa mengadopsi student loan di luar negeri, namun membebankan pada pajak khusus. “Pemerintah bisa menjadi debtors mewakili peserta didiknya dan membayar ke perbankan,” tuturnya.
Nantinya, kata Nailul, pemerintah mendapatkan penerimaan dari skema pajak khusus ketika mahasiswanya bekerja kelak. Dia juga mengatakan, skema student loan melalui pinjaman online (pinjol) sebenarnya bisa jadi alternatif. Namun, student loan lewat pinjol memang berisiko tinggi, terutama jika tidak ada kesanggupan dari orang tua untuk melakukan pembayaran cicilan.
Lebih lanjut, Nailul membandingkan skema student loan di Amerika Serikat, di mana para pelajar membayar cicilan mereka setelah bekerja. Sementara di Indonesia, pembayaran dicicil saat masih duduk di bangku kuliah, artinya pembayaran dilakukan atas nama orang tua.
“Berbeda dengan di Amerika Serikat sana, utang dibayar setelah mahasiswa lulus dan bekerja. Di Indonesia tampaknya belum berani untuk menerapkan hal tersebut. Risiko gagal bayarnya akan lebih tinggi,” kata ekonom itu.
Dia pun tak menampik fakta bahwa akses masyarakat ke pembiayaan perbankan masih sangat rendah dengan kebutuhan pembiayaan yang cukup tinggi, salah satunya untuk pendidikan ini.
Selanjutnya: Di sisi lain, Pelaksana Tugas Direktur Jendral Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek....