Isu Batu Bara Tak Banyak Dibahas Dalam Debat Cawapers, Greenpeace: Patut Dipertanyakan
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Grace gandhi
Selasa, 23 Januari 2024 13:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak menyoroti isu energi yang dibahas dalam Debat Cawapres pada Ahad, 21 Januari 2024 lalu. Ia mengatakan tiga calon wakil presiden alias Cawapres tidak menyinggung secara detail rencana percepatan transisi ke energi terbarukan dan mengakhiri penggunaan energi batu bara.
“Absennya isu batu bara ini patut kita pertanyakan. Apa memang dihindari karena masing-masing paslon juga didukung oligarki batu bara?” kata Leonard dalam keterangannya pada Senin, 22 Januari 2024.
Padahal, menurutnya, transisi energi sangat krusial untuk memangkas emisi karbon dan menekan kenaikan suhu bumi. Demokratisasi energi yang seharusnya, ujar Leonard, menjadi bagian tak terpisahkan dari proses transisi energi juga luput dari pembahasan.
Merujuk pada data Dewan Energi Nasional (DEN), potensi energi terbarukan Indonesia mencapai 3.643 GW. Namun, menurut Greenpeace, pemanfaatannya baru 0,3 persen. Dalam bauran energi nasional, porsi energi terbarukan pun baru mencapai angka 13,1 persen dari target 23 persen pada 2025.
Karena itu, Leonard menyayangkan para kandidat tak membahas rencana pensiun dini PLTU batu bara. Meskipun, program itu tertuang dalam dokumen visi misi Paslon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Anies-Cak Imin) dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran).
Selanjutnya: Di sisi lain, Leonard menilai yang mengemuka malah solusi....
<!--more-->
Di sisi lain, Leonard menilai yang mengemuka malah solusi palsu transisi energi. Misalnya rencana melanjutkan bioenergi, seperti biodiesel, yang disampaikan oleh Gibran. Menurutnya, pemenuhan biodiesel berpotensi memicu ekspansi industri sawit melalui deforestasi yang mengancam hutan dan lanskap gambut alami yang tersisa.
Ia menegaskan Indonesia sudah harus segera beralih dari ekonomi ekstraktif menuju ekonomi hijau yang bebas dari solusi-solusi palsu. Berdasarkan riset Greenpeace dan Center of Economic and Law Studies (Celios), peralihan ekonomi ekstraktif ke ekonomi hijau akan menambah Rp 4.376 triliun ke output ekonomi nasional.
Selain itu, riset tersebut menunjukkan bahwa transisi untuk meninggalkan sektor ekstraktif mampu membuka lapangan kerja yang lebih luas dan mampu menyerap 19,4 juta orang.
Leonard menyebutkan salah satu sektor penyerapan tenaga kerja terbesar adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Penyerapan tenaga kerja di sektor itu diperkirakan mencapai 3,9 juta tenaga kerja lewat pengembangan kemandirian ekonomi di level desa.
Pilihan Editor: IHSG Sesi I Melemah 0,32 Persen, Dipengaruhi Sejumlah Saham Big Cap