Deretan Kritik Faisal Basri ke Jokowi, dari Nikel hingga Mimpi Kembangkan Kendaraan Listrik Sendiri
Reporter
Andika Dwi
Editor
Grace gandhi
Jumat, 11 Agustus 2023 07:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri tengah menjadi sorotan usai videonya terkait kritik terhadap pemerintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi viral. Dalam video yang beredar di media sosial Twitter itu, Faisal Basri melayangkan kritik soal kebijakan Jokowi dalam ekspor nikel.
Sementara itu, dalam seminar yang dilaksanakan oleh Indef di Jakarta Pusat, Selasa, 8 Agustus 2023, Faisal Basri kembali mengkritik soal kebijakan hilirisasi pertambangan, khususnya nikel.
Menurut Faisal Basri, mayoritas keuntungan atas kebijakan ini bukan dirasakan oleh Indonesia melainkan mengalir ke Cina. Bahkan Faisal Basri mengatakan keuntungan yang dirasakan Indonesia atas regulasi tersebut tak kurang dari 10 persen. “90 persennya lari ke Cina,” kata Faisal Basri, Selasa 8 Agustus 2023.
Jokowi Tanggapi Kritik Faisal Basri
Menanggapi kritik Faisal Basri tentang kebijakan hilirisasi nikel di Indonesia yang disebut hanya menguntungkan Cina, Presiden Joko Widodo alias Jokowi pun buka suara. Menurut Presiden Jokowi, logika yang digunakan ekonom lulusan Universitas Indonesia itu tidak benar.
Jokowi menyatakan bahwa Indonesia mendapatkan banyak keuntungan dari kebijakan hilirisasi tersebut. Hal ini terlihat dari nilai ekspor yang melonjak tajam dari Rp 17 triliun menjadi Rp 510 triliun.
“Hitungan dia gimana? Kalau hitungan kita ya, saya contoh nikel, saat diekspor mentahan bahan mentah setahun kira-kira kira hanya Rp17 triliun. Setelah masuk downstreaming hilirisasi menjadi Rp 510 triliun. Bayangkan saja kita hanya ambil pajak, ambil pajak dari Rp 17 triliun sama ambil pajak dari Rp 510 triliun, gede banget,” kata Jokowi di Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Kamis, 10 Agustus 2023.
Selanjutnya: Jokowi menyebut pemerintah akan....
<!--more-->
Jokowi menyebut pemerintah akan mendapatkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) badan, PPh karyawan, PPh perusahaan, royalti, bea ekspor, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dengan jumlah lebih besar dari proyek hilirisasi tersebut.
“Logikanya tidak seperti itu, logikanya di tingkat angka. Kontribusi PDB turun, itu lebih gede. Logikanya gimana,” kata Jokowi.
Kritik Faisal Basri ke Pemerintah
Lantas, apa saja kritik yang pernah Faisal Basri layangkan ke pemerintah Indonesia? Simak rangkuman informasi selengkapnya berikut ini.
1. Ekspor Ingot, Timah Setengah Jadi
Dalam sebuah diskusi publik yang diunggah melalui kanal YouTube ASANESIA TV pada video berjudul ‘LIVE | Diskusi Publik Seri 1: Indonesia dan Ancaman Krisis Ekonomi Global’, Faisal Basri mengkritik kebijakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi tentang ekspor bijih nikel.
Menurut Faisal Basri, Jokowi menyamakan bijih nikel dengan bijih timah. Sejak dulu, ekspor bijih timah sudah dilarang di Indonesia. Tetapi, Jokowi justru akan melarang ekspor ingot, batang timah yang sudah 70 persen jadi.
“Jadi yang mau kita ekspor itu timah batangan, (tapi) itu yang mau dilarang. Kalau dilarang, Aneka Tambang (Antam) mau nyalurin ke mana tuh? Belum ada industri, cuma lima persen,” ucap Faisal Basri dalam diskusi publik itu, 21 Oktober 2022.
Selanjutnya: 2. Mimpi Kembangkan Kendaraan Listrik Sendiri....
<!--more-->
2. Mimpi Kembangkan Kendaraan Listrik Sendiri
Dalam diskusi daring pada Minggu, 21 Mei 2023, Faisal Basri kembali melayangkan kritiknya kepada pemerintah yang bermimpi ingin mengembangkan kendaraan listrik sendiri. Faisal Basri menyarankan, hal yang perlu dikembangkan dengan kecepatan tinggi seharusnya adalah energi terbarukan. Salah satunya adalah listrik energi surya.
Menurut Faisal Basri, pengembangan energi matahari di Indonesia masih sangat kecil. “Cina getol mengembangkan energi listrik, energi suryanya juga berkembang pesat (254.355 MW), paling pesat di dunia,” ujar dia dalam diskusi daring pada Minggu, 21 Mei 2023.
Kemudian negara dengan pengembangan energi surya paling pesat kedua adalah Amerika Serikat (75.572 MW), Jepang (67.000 MW), lalu Jerman (53.783 MW). “Tapi tengok Indonesia, hanya kecil, kalah dengan Kamboja, Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Vietnam kembangkan mobil listrik, kembangkan surya juga,” kata Faisal Basri.
Faisal Basri menilai di Indonesia cukup parah, karena pengembangan energi surya masih berjalan tapi sudah ingin mengembangkan mobil listrik. Seharusnya, kata dia, yang menjadi sumber masalah diselesaikan lebih dulu, yaitu fokus pada energi terbarukan.
“Jadi kesimpulannya, ini mensubsidi rakyat untuk memperoleh mobil listrik atau mensubsidi pengusaha agar untungnya banyak. Sudah beruntung mereka tapi untungnya kurang banyak. Inilah ketamakan para oligarki itu,” tutur Faisal Basri.
Selanjutnya: 3. Konglomerasi Telah Menjadi Oligarki....
<!--more-->
3. Konglomerasi Telah Menjadi Oligarki
Saat mengisi diskusi virtual yang digelar Core Indonesia, pada Selasa, 16 Mei 2023, Faisal Basri membeberkan apa yang terjadi pada perekonomian di Indonesia setelah 25 tahun reformasi. Menurutnya, kini konglomerasi pada era sebelum reformasi telah berubah bentuk menjadi oligarki.
“Waktu itu konglomerat tidak menguasai sumber daya alam seperti sekarang. Sumber daya alam itu dikuasai oleh negara, tidak seperti saat ini,” kata Faisal Basri dalam diskusi virtual yang digelar Core Indonesia pada Selasa, 16 Mei 2023.
Tahun lalu, Faisal Basri mencatat nilai ekspor batu bara mencapai Rp 850 triliun. Tetapi, pemerintah tidak mendapatkan keuntungan dari besarnya nilai ekspor tersebut. Sebab, pemerintah tidak mengambil pajak ekspor, sehingga tidak ada windfall profit yang diterima.
Kondisi ini membuat celah korupsi terbuka semakin lebar. Pengusaha, kata dia, tinggal menyetor uang misal Rp 100 triliun kepada partai politik untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
“Jadi begitu dikasih Rp 100 triliun untuk Pilpres 2024 selesai, dialah yang menentukan calon presidennya,” tutur Faisal Basri. Dengan demikian, siapapun pemimpin Indonesia akan tunduk pada pihak oligarki.
Selanjutnya: 4. Indonesia Terlalu Banyak Investor, tapi....
<!--more-->
4. Indonesia Terlalu Banyak Investor, tapi....
Pada kesempatan berbeda, pengamat ekonom Faisal Basri menyebutkan jika minat investasi Jepang di Indonesia semakin menurun. Padahal, kata dia, Indonesia pada tahun 1990-an pernah menjadi nomor satu sebagai negara yang paling banyak menerima investasi Jepang. Namun, peringkat sebagai negara tujuan investasi Jepang kini semakin menurun.
“Sudah tiga tahun Indonesia di nomor 6, sudah lima tahun lebih sudah disusul oleh Vietnam. Jadi dari nomor 1 turun nomor 3, nomor 4,” kata Faisal Basri di Jakarta, Rabu, 7 Juni 2023.
Faisal Basri mengungkapkan, salah satu alasan Jepang lebih tertarik berinvestasi di Vietnam dibanding Indonesia adalah hasil investasi di Indonesia tidak sebanyak di Vietnam. Selain itu, minimnya perkembangan industri di Indonesia juga membuat sejumlah negara tidak berminat berinvestasi di Tanah Air.
Faisal Basri juga menilai jika Indonesia terlalu banyak menampung investor, namun industri yang berkembang sedikit. “Jadi apa sih masalah kita? Investasinya banyak hasilnya sedikit. Investasinya boros, makanya investor enggak ada yang mau datang bikin produk pasar ekspor,” ujar dia.
Ekonom senior Indef ini menambahkan, investasi di Indonesia tergolong paling besar di kawasan Asia Tenggara atau ASEAN. Meski demikian, hasil yang didapatkan dari investasi tersebut sedikit. “Kok hasilnya dikit, banyak bocor. Bocornya dalam bentuk apa, milih proyeknya tidak dengan kajian yang seksama,” ucap Faisal Basri.
Beberapa proyek investasi pemerintah dinilai dilakukan tanpa kajian yang seksama, di antaranya adalah monorel Lembang hingga kereta cepat Jakarta-Bandung.
ANDIKA DWI | RADEN PUTRI | M JULNIS FIRMANSYAH | M KHORY ALFARIZI | AMY HEPPY
Pilihan Editor: Airlangga Sebut Proses RI Jadi Anggota OECD Bisa Membutuhkan Waktu Delapan Tahun