Kiara Tolak Undangan KKP untuk Bahas Kebijakan Penambangan Pasir Laut
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Martha Warta Silaban
Kamis, 8 Juni 2023 12:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan atau Kiara mendapatkan surat undangan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dalam undangan tersebut, Kiara bersama puluhan lembaga swadaya masyarakat (LSM) diajak untuk melakukan focus group discussion (FGD) ihwal kebijakan penambangan pasir laut, termasuk untuk ekspor.
Kiara pun menyatakan penolakannya terhadap undangan itu. "Kiara dengan tegas menolak untuk hadir pada acara FGD tersebut. Sejak awal kami menolak praktek penambangan pasir laut dengan dalih apapun," tutur Sekretaris Jenderal Kiara, Susan Herawati dalam keterangan tertulis pada Rabu, 7 Juni 2023.
Susan mengatakan penyampaian undangan itu dilakukan mendadak, yakni pada 7 Juni 2023 pukul 16.36. Menurutnya, langkah tersebut terkesan hanya sebagai formalitas. Sehingga Kiara menilai tidak ada niat yang serius untuk mengundang pada aktivis lingkungan dalam diskusi tersebut. Terlebih, pertemuan itu dilaksanakan di Batam, Kepulauan Riau yang dinilai menunjukkan sasaran eksploitasi pasir laut nantinya.
Di sisi lain, Susan juga berujar KKP tidak memahami metode FGD karena diskusinya hanya dihadiri oleh sekelompok orang yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan sesuai bidangnya. Sementara FGD, menurut Susan, seharusnya tidak menggunakan narasumber ahli karena setiap peserta yang diundang adalah narasumber dalam diskusi tersebut.
Pada prinsipnya, ia menggarisbawahi bahwa apapun yang dibuat oleh KKP tidak sejalan dengan visi dan misi yang dijunjung Kiara. Pasalnya, dia menjelaskan kebijakan KKP selalu menyudutkan masyarakat pesisir dan nelayan, serta merampas dan mengikis ruang hidup mereka.
Kiara memohon audiensi dengan KKP terkait isu laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil yang merugikan masyarakat. Namun, Susan mengungkapkan KKP tidak menanggapi permohonan tersebut dan selalu berpihak pada pihak yang menghancurkan lingkungan laut dan pesisir di berbagai kasus.
Salah satu permohonan audiensi yang pernah Kiara sampaikan adalah ihwal reklamasi di Pantai Minarga Manado, Sulawesi Tenggara. Karena itu, Kiara menyatakan akan tetap berdiri bersama dengan masyarakat pesisir, nelayan, dan perempuan nelayan untuk melawan segala bentuk eksploitasi kekayaan alam laut Inonesia yang dilakukan pihak mana pun.
Selanjutnya: Presiden Jokowi membuka kembali ekspor pasir laut<!--more-->
Seperti diketahui, sebelumnya Indonesia menghentikan ekspor pasir laut sejak 2002. Pelarangan tersebut diatur lewat Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.
Dalam SK itu disebutkan, alasan pelarangan ekspor untuk mencegah kerusakan lingkungan berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil, khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau sebagai akibat penambangan pasir.
Alasan lainnya, yaitu belum diselesaikannya batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura. Proyek reklamasi di Singapura yang mendapatkan bahan bakunya dari pasir laut perairan Riau pun dikhawatirkan mempengaruhi batas wilayah antara kedua negara.
Namun Presiden Joko Widodo alias Jokowi membuka kembali ekspor pasir laut melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Aturan tersebut memuat rangkaian kegiatan pengangkutan, penempatan, penggunaan, dan penjualan, termasuk ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut.
Dalam pasal 9 ayat Bab IV butir 2, pemanfaatan pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan ekspor. Izin ekspor diberikan sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Saat ini, KKP tengah membentuk tim kajian untuk membahas aturan turunan PP tersebut. Tim kajian itu juga nanti akan bertugas menganalisis dan menyeleksi proposal penambangan pasir laut yang diajukan pelaku usaha.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyebut tim tersebut akan terdiri dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perhubungan, serta akademisi dan aktivis lingkungan. Namun sejumlah LSM lingkungan seperti Walhi, Greenpeace, dan Walhi telah menolak ajakan untuk bergabung dalam tim tersebut.
Pilihan Editor: Greenpeace dan Walhi Ogah Gabung dalam Tim Kajian Ekspor Pasir Laut, Respons KKP?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.