Pecah Kongsi Asosiasi Pengusaha Ekspor Benih Lobster
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Minggu, 29 November 2020 17:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Eksportir benih bening lobster (BBL) terbelah menjadi dua kubu. Perkumpulan Pengusaha Lobster Indonesia (Pelobi) dan Persatuan Dunia Lobster Indonesia (Perduli) diduga tak akur dalam menjalankan tata-kelola bisnis benur.
“Saat terjadi penindakan Bea Cukai terkait penyelundupan lobster September lalu, 12 perusahaan yang di-suspend menduga saya yang melapor. Kemudian 12 perusahaan itu membentuk Pelobi,” kata Direktur PT Grahafoods Indo Pasifik Chandra Astan kepada Tempo, Jumat petang, 27 November lalu.
Eksportir lobster mulanya hanya tergabung dalam satu asosiasi.
Pada Mei lalu, Chandra bersama delapan pengusaha membentuk Perduli setelah Kementerian Kelautan dan Perikanan melegalkan ekspor benur melalui Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2020. Di Perduli, Chandra ditunjuk sebagai ketua asosiasi.
Pada etape awal, Perduli berisi sembilan badan usaha. Dua di antaranya adalah PT Tania Asia Marina dan PT Aquatic SS Lautan Rezeki yang pernah tersangkut isu PNBP saat ekspor perdana berlansung, yakni Juni lalu.
Sembilan eksportir anggota Perduli merupakan pemain lama dan pemain baru di dunia lobster. Ada pula pemain yang telah menjalankan bisnis penyelundupan benur di era kepemimpinan menteri lama. Sumber yang mengetahui jalannya pembentukan Perduli mengatakan anggota membayar biaya asosiasi Rp 10 juta per tahun. Padahal, asosiasi ini belum berbadan hukum.
<!--more-->
Anggota Perduli bertambah menjadi 18 hanya sesaat setelah ekspor perdana terlaksana. Kemudian bertambah lagi hingga lebih dari 30. Perusahaan milik Ketua Pelobi, HM Irwansyah, masuk di antara puluhan eksportir itu.
Di bawah Perduli, eksportir disebut ripuh dalam mengatur tata-niaga ekspor benur. Karena tak ada patokan harga atas, pengusaha disinyalir menyesuaikan sendiri harga jual komoditasnya.
Sejumlah pengusaha meminta asosiasi melakukan perubahan struktur. Gelombang riak makin tinggi saat Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta mengendus adanya pemalsuan dokumen ekspor dan penyelundupan ke Vietnam oleh 12 eksportir.
Akibat kejadian itu, Bea Cukai menggagalkan pengiriman 1,5 juta ekor benur yang sedianya akan diterbangkan ke Vietnam.
Chandra diduga melaporkan dokumen pemalsuan yang dilakukan belasan perusahaan kepada Bea Cukai. Saat dikonfirmasi, Chandra mengatakan pihaknya baru berkomunikasi dengan Kepabean setelah kabar penyelundupan mencuat.
“Saya berbicara dengan Bea Cukai jauh setelah mereka melakukan penindakan,” katanya.
Setelah kejadian itu, Menteri KKP Edhy Prabowo langsung mengumpulkan 65 eksportir di Gedung Mina Bahari IV Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan. Rapat berlangsung pada September 2020, hanya beberapa waktu setelah peristiwa pemalsuan dokumen terjadi.
Selama rapat berlangsung, Edhy, menurut sejumlah orang yang ikut dalam rapat, marah. Dia disebut menyayangkan adanya kegaduhan yang terjadi antar-pengusaha dan mempertanyakan legalitas pembentukan Perduli.
<!--more-->
Edhy pun meminta eksportir membentuk asosiasi baru yang sah secara hukum. Asosiasi ini bernama Perkumpulan Pengusaha Lobster Indonesia (Pelobi) yang diinisasi 12 perusahaan. Semuanya adalah perusahaan yang dikenakan sanksi karena kasus pemalsuan dokumen.
Jabatan Ketua Pelobi diduduki Irwansyah dari Kreasi, yang juga mantan Wali Kota Pangkalpinang. Dia ditunjuk sebagian besar eksportir. Pelobi pun memiliki anggota 40 perusahaan.
Meski diprakarsai oleh perusahaan yang bermasalah, Pelobi mendapat perlakuan istimewa. Asosiasi itu diduga menjadi satu-satunya penampung wadah eksportir benur. Pelobi pun diberi tugas penuh mengatur tata-niaga dan merekomendasikan agar PT Aero Citra Kargo (ACK) menjadi pemain tunggal dalam pengiriman ekspor.
Dalam perjalanannya, penetapan harga pengiriman ekspor benur oleh ACK diduga tak wajar. ACK mematok tarif Rp 1.800, sedangkan perusahaan logistik lainnya mampu menyediakan harga Rp 200-300. Bila tak memakai jasa ACK, perusahaan dikabarkan bakal dipersulit untuk memperoleh surat penetapan waktu pengeluaran (SPWP).
Penasihat ahli Edhy Prabowo sempat memberi peringatan soal tingginya tarif pengiriman oleh ACK. Imbauan disampaikan dalam rapat bersama pejabat KKP secara nasional di Alila Sentul, Bogor, 22 Oktober. Penasihat Ahli Menteri Kelautan Perikanan, Effendi Gazali, membenarkan adanya pertemuan tersebut. “Benar,” katanya, Jumat, 27 November 2020. Staf khusus Edhy Prabowo, Andreau Pribadi, diduga berperan besar dalam pelibatan ACK.
Sumber Tempo yang mengetahui jalannya ekspor mengatakan uang yang mengalir untuk pengiriman benur tak semua masuk ke ACK. Sebagian diduga masuk ke kantong Andreau dan Edhy Prabowo.
Baca juga: Pemegang Izin Ekspor Benih Lobster, Mulai dari Yayasan Kemenhan hingga Inkoppol
Tempo menghubungi dua nomor telepon seluler Direktur ACK Lutpi Ginanjar melalui panggilan dan pesan untuk mengkonfirmasi kasus ekspor benih lobster ini. Namun kedua nomor telepon tersebut hingga kini tidak aktif. Tempo juga telah menghubungi Irwansyah, namun nomor teleponnya pun tak aktif.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | VINDRY FLORENTIN | YOHANES PASKALIS