Indef: Jokowi Layak Ganti Airlangga dan Evaluasi Sri Mulyani
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rahma Tri
Selasa, 30 Juni 2020 13:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bima Yudhistira, menilai Presiden Joko Widodo alias Jokowi layak mengganti Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Ia menganggap Airlangga tak cukup mumpuni dalam menangani dampak Covid-19 dari sektor perekonomian.
"Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dianggap gagal mempercepat realisasi stimulus di bidang dunia usaha dan UMKM. Ini sudah under-performance," ujar Bima dalam pesan pendek kepada Tempo, Selasa, 30 Juni 2020. Reshuffle atau penggantian menteri itu dinilainya perlu agar kinerja perekonomian di tengah pandemi membaik.
Bima mengatakan, kementerian di bawah naungan Airlangga Hartarto itu baru mengeksekusi stimulus dunia usaha sebesar 6,8 persen dan UMKM sebesar 1 persen. Kinerja menteri yang bertanggung jawab terhadap realisasi pemberian insentif itu pun menjadi sorotan.
Menurut Bima, sebaiknya Jokowi memilih Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang berlatar belakang profesional dan bukan politikus. Adapun Airlangga merupakan politikus dari Partai Golkar. "Saat ini kerja Menko masih standar dan belum mampu membuat birokrasi kementerian teknis di bawahnya kerja ekstra. Perlu sosok yang tegas agar eksekusi stimulus dipercepat," ucapnya.
Di samping itu, Bima menyarankan agar Jokowi segera mengevaluasi Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah. Pada masa pandemi ini, ia memandang Ida gagal mengatasi lonjakan PHK. Bahkan, tutur dia, adanya penempatan pengelola stimulus Kartu Prakerja, yakni PMO, pun menunjukkan bahwa kinerja Menteri Ketenagakerjaan ini sangat minor. "Untuk urusan teknis saja seperti tidak punya power," katanya.
<!--more-->
Tak hanya itu, Bima mengatakan Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan juga layak dirotasi.
Selanjutnya, dia turut menyentil Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan meminta Jokowi mengevaluasinya. Sebab, Sri Mulyani dianggap belum mampu menjaga pembiayaan utang secara lebih bijaksana.
"Rasio utang terus naik. Di saat yang sama, beban pembayaran bunga utang menggerus belanja," ucapnya.
Bima mengatakan, semestinya Sri Mulyani mencari sumber alternatif seperti pembubaran lembaga atau kementerian yang tidak produktif ketimbang menerbitkan utang-utang baru. Lebih lanjut, ia mengakui, dalam membentuk tim ekonomi di awal pemerintahannya, Jokowi memang tak mengantisipasi adanya krisis.
Sebelumnya, seperti diberitakan, Presiden Jokowi memberi peringatan keras kepada jajaran menteri kabinetnya terkait penanganan Covid-19. Ia bahkan berujar tak segan mengambil langkah luar biasa, termasuk membubarkan lembaga atau merombak kabinet.
Teguran Jokowi terekam dalam video rapat paripurna kabinet yang diambil pada 18 Juni lalu dan diunggah di YouTube resmi kenegaraan pada 28 Juni. "Untuk 267 juta rakyat kita, untuk negara, bisa saja membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya," kata Jokowi seperti yang ditayangkan melalui video itu.