TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta para menteri dan kepala lembaga di kabinetnya menyeragamkan langkah memprioritaskan usaha kecil menengah, perbankan, sampai industri manufaktur padat karya dalam program pemulihan ekonomi. Tujuannya agar tidak terjadi PHK alias pemutusan hubungan kerja di sektor usaha ini.
"Jangan sudah PHK gede-gedean, duit serupiah pun belum masuk ke stimulus ekonomi kita," kata Jokowi kepada para menterinya dalam video Sidang Kabinet Paripurna, Kamis, 18 Juni 2020.
Video sidang berisi arahan Presiden Jokowi itu baru diunggah kanal resmi Sekretariat Presiden di YouTube, Ahad petang, 28 Juni 2020. Deputi bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin sudah menjelaskan alasan di balik diunggahnya video ini.
"Karena awalnya Sidang Kabinet Paripurna tersebut bersifat intern. Namun setelah kami pelajari pernyataan Presiden, banyak hal yang baik dan bagus untuk diketahui publik, sehingga kami meminta izin kepada Bapak Presiden untuk mempublikasikannya. Makanya, baru di-publish hari ini," kata Bey saat dihubungi, Ahad, 28 Juni 2020.
Lebih jauh, Jokowi menegaskan, jangan sampai hanya gara-gara aturan, upaya untuk membantu dunia usaha ini menjadi terhambat. Ia kemudian bertanya apakah para menterinya membutuhkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu lagi. "Saya buatin Perpu, kalau yang ada belum cukup. Asal untuk rakyat asal untuk negara, saya pertaruhkan reputasi politik saya," kata dia.
Meski demikian, pada 17 Juni 2020 atau sehari sebelum sidang ini digelar, Tempo telah mendapat konfirmasi gelombang PHK dari Kementerian Ketenagakerjaan. Per 26 Mei 2020, Pusat Data dan Informasi Kemenaker mencatat sudah ada 380.221 pekerja yang dipecat.
"Per Juni ini belum dapat disajikan karena harus dihimpun data dari daerah," kata Kepala Subdit Hubungan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Sumondang, kepada Tempo di Jakarta, Rabu, 17 Juni 2020.
Dari total 380 ribu pekerja yang dipecat, sebanyak 68,6 persen ada di Pulau Jawa. Terbanyak yaitu Jawa Barat dengan 107.398 pekerja. Kemudian diikuti oleh Jawa Tengah sebanyak 47.266 pekerja, Jawa Timur 44.441 pekerja, DKI Jakarta 39.686 pekerja, Banten 18.404 pekerja, dan paling kecil Yogyakarta 3.887 pekerja.
Data itu berstatus clean, artinya data PHK detail hingga diketahui alamat per orangnya. Data itu juga dilengkapi dengan NIK KTP pekerja sesuai dengan format dan lengkap 16 digit dan dipastikan tidak terdapat duplikasi NIK.
Secara total, Pusdatin Kemenaker mencatat ada 3 juta lebih pekerja yang terdampak Covid-19. Dari jumlah tersebut, sudah ada sekitar 1,75 juta data yang sudah bersih. Sisanya masih dalam proses pembersihan data.
Selain angka 308 ribu PHK, Kemenaker juga mencatat 1.058.284 pekerja yang dirumahkan. Terakhir, yaitu 318.959 pekerja sektor informal yang juga terdampak Covid-19.