YLKI Desak Sri Mulyani Segera Sahkan Cukai Rokok Baru

Reporter

Caesar Akbar

Editor

Rahma Tri

Jumat, 20 September 2019 09:35 WIB

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi. Tempo/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI mendesak Menteri Keuangan Sri Mulyani agar segera mengesahkan kenaikan cukai rokok secara definitif melalui sebuah Peraturan Menteri Keuangan. Ketua Harian YLKI Tulus Abadi menilai kenaikan cukai rokok itu hingga kini masih sekadar gimmick lantaran belum ada aspek legalitasnya.

"Baru sebatas komitmen politik saja. Sampai detik ini belum dituangkan pada sebuah PMK (Peraturan Menteri Keuangan) sebagai dasar legalitas kenaikan cukai dimaksud," ujar Tulus dalam keterangan tertulis, Jumat, 20 September 2019.

Pemerintah berencana menaikkan cukai rokok sebesar 23 persen dan kenaikan harga retail rokok sebesar 35 persen pada 2020. Kenaikan tarif cukai rokok itu dinilai harus dilakukan lantaran pada 2018-2019 tidak ada kenaikan tarif.

Tulus sendiri menilai besaran kenaikan tarif cukai rokok tersebut tergolong kecil. "Bahkan enteng-entengan saja," ujar dia. Sebab, dua tahun sebelumnya tidak ada kenaikan tarif. Rapelan kenaikan tarif itu lah yang membuat kenaikannya terasa besar.

Di samping itu, ia mengingatkan kenaikan 23 persen tersebut hanyalah persentase rata-rata, bukan kenaikan setiap kategori atau jenis rokok. Menurut dia, kalau kenaikan 23 persen hanya dikenakan kepada kategori rokok yang tidak populer, maka tidak begitu berdampak.

Sebaliknya, kata Tulus, jika kenaikan cukai pada merek rokok ternama, seperti pada kategori SKM 1 (Sigaret Kretek Mesin) besarannya kecil, maka dampak terhadap pengendalian konsumsi di level konsumen nyaris tidak ada. Apalagi, kenaikan harga di level retail yang mencapai 35 persen, itu juga kenaikan rata rata.

"Jika dirupiahkan kenaikan harga di retail hanya berkisar Rp 10-35 per batang, nyaris tak ada artinya. Dan artinya, harga rokok masih sangat terjangkau bagi konsumen," kata Tulus. Kalau pemerintah memang berniat mengendalikan konsumsi, ia menyarankan harga rokok dipatok minimal Rp 70.000 per bungkus.

Oleh sebab itu, YLKI juga mendesak agar formulasi kenaikan cukai rokok itu lebih adil, yaitu dengan menerapkan kenaikan cukai rokok 23 persen pada jenis rokok kategori SKM 1. Bukan malah sebaliknya, kenaikan pada kategori SKM 1 persentasenya sangat kecil.

Tulus pun meminta Kementerian Keuangan melakukan simplifikasi sistem cukai rokok. Sebab, ia menilai, tarif cukai naik setinggi apapun tapi kalau modelnya masih multi layer seperti saat ini maka kurang efektif. Justru, itu akan memicu munculnya produk atau merek-merek baru hanya untuk menyiasati kenaikan cukai yang dimaksud.

"Masih kentara pemerintah lebih dominan memerhatikan kepentingan industri rokok untuk menaikkan tarif cukai rokok bukan aspek pengendalian konsumsi," tutur Tulus.

CAESAR AKBAR

Berita terkait

YLKI Kirim Surat ke Satgas Pasti, Minta Pemberantasan Pinjol Sampai ke Akarnya

5 jam lalu

YLKI Kirim Surat ke Satgas Pasti, Minta Pemberantasan Pinjol Sampai ke Akarnya

Kabid Pengaduan YLKI Rio Priambodo mengungkapkan, lembaganya telah mengirim surat kepada Satgas Pasti terkait aduan konsumen Pinjol ilegal.

Baca Selengkapnya

YLKI: Pemerintah Mesti Lebih Tegas Menindak Pinjol Ilegal, hingga Mengusut Aliran Dana dan Investor

1 hari lalu

YLKI: Pemerintah Mesti Lebih Tegas Menindak Pinjol Ilegal, hingga Mengusut Aliran Dana dan Investor

Satgas Pasti menemukan 537 entitas pinjol ilegal di sejumlah situs dan aplikasi sepanjang Februari hingga Maret 2024.

Baca Selengkapnya

Bertubi-tubi Penghargaan untuk Bobby Nasution, Terakhir Menantu Jokowi Raih Satyalancana dan Tokoh Nasional

1 hari lalu

Bertubi-tubi Penghargaan untuk Bobby Nasution, Terakhir Menantu Jokowi Raih Satyalancana dan Tokoh Nasional

Wali Kota Medan Bobby Nasution boleh dibilang banjir penghargaan. Menantu Jokowi ini dapat penghargaan Satyalancana baru-baru ini.

Baca Selengkapnya

Masih Loyo, Nilai Tukar Rupiah Melemah ke Level Rp 16.210 per Dolar AS

1 hari lalu

Masih Loyo, Nilai Tukar Rupiah Melemah ke Level Rp 16.210 per Dolar AS

Pada perdagangan Kamis, kurs rupiah ditutup melemah pada level Rp 16.187 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Semakin Turun, Surplus APBN Maret 2024 Hanya Rp 8,1 Triliun

1 hari lalu

Semakin Turun, Surplus APBN Maret 2024 Hanya Rp 8,1 Triliun

Sri Mulyani menilai kinerja APBN triwulan I ini masih cukup baik.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

1 hari lalu

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan masih ada Rp 12,3 triliun anggaran Pemilu 2024 yang belum terbelanjakan.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Penyaluran Bansos Januari-Maret 2024 Mencapai Rp 43 Triliun

1 hari lalu

Sri Mulyani: Penyaluran Bansos Januari-Maret 2024 Mencapai Rp 43 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penyaluran bantuan sosial atau Bansos selama Januari-Maret 2024 mencapai Rp 43 triliun.

Baca Selengkapnya

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

1 hari lalu

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa melakukan penyesuaian anggaran subsidi mengikuti perkembangan lonjakan harga minyak dunia.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

1 hari lalu

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran IKN Baru Mencapai 11 Persen

1 hari lalu

Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran IKN Baru Mencapai 11 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa realisasi anggaran dari APBN untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) baru mencapai 11 per

Baca Selengkapnya