Impor Solar Naik, Sri Mulyani Minta Jonan Awasi Kebijakan B20
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Jumat, 16 November 2018 14:26 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan perluasan mandatori biodiesel dengan campuran sawit 20 persen atau B20 belum berdampak signifikan terhadap penurunan impor solar. Oleh karena itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melakukan pengawasan lebih lanjut ihwal kebijakan tersebut.
Baca: Tahun Pemilu, Sri Mulyani Sebut Banyak Politikus Janjikan Belanja
"Karena kalau dilihat dari volume impor solar, justru terjadi kenaikan 60 persen terutama dari Pertamina dan Exxon," ujar Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis malam, 15 November 2018.
Berdasarkan data volume impor solar periode 1 September - 13 November 2018 dari Direktorat Jenderal Bea Cukai, terjadi pertumbuhan impor sebesar 13,8 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Bila dilihat dari importirnya, pertumbuhan impor terbesar dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) dan Exxonmobil Lubricants Indonesia.
Tercatat, kenaikan volume impor solar Pertamina mencapai 60,72 persen ketimbang tahun lalu, dari sebelumnya 0,42 juta kiloliter menjadi 0,68 juta kiloliter. Sementara pertumbuhan impor solar Exxon adalah sebesar 62,18 persen dari 0,04 juta kiloliter menjadi 0,06 juta kiloloter.
Apabila dilihat dari nilai devisa impor solar rata-rata harian sebelum dan setelah kebijakan dilaksanakan juga mengalami kenaikan 4,7 persen. Pada periode 1 Januari - 31 Agustus 2018, devisa impor solar harian rata-rata adalah US$ 14,52 juta, sementara pada periode 1 September - 13 November 2018 adalah US$ 15,20 juta.
"Kalau dari devisa impor tentu ada kenaikan tinggi, sebagai dampak dari kenaikan harga minyak dan kurs dolar, sehingga menaikkan harga impor," ujar Sri Mulyani.
Kendati demikian, berdasarkan data yang sama, volume impor rata-rata harian solar mengalami penurunan sebesar 7,54 persen. Pada periode 1 Januari - 31 Agustus 2018, volume impor solar harian tercatat 27,17 ribu kiloliter, sementara angka pada periode 1 September - 13 November 2018 tercatat 25,12 ribu kiloliter.