Gempa Sulteng, Kementan: 6.000 Hektar Lahan Pertanian Rusak
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Senin, 15 Oktober 2018 18:40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan sebanyak 6.000 hektare lahan pertanian dan perkebunan di sejumlah daerah di Sulawesi Tengah rusak akibat diterjang gempa dan Tsunami. Mayoritas kerusakan lahan terjadi pada areal persawahan.
Baca: Taiwan Akan Kembangkan Zona Pertanian 1.000 Hektare di Indonesia
"Kami akan bantu rehabilitasi," kata Amran saat ditemui di Balai Besar Pasca Panen, Kementerian Pertanian, di Bogor, Jawa Barat, Senin, 15 Oktober 2018. Lama proses rehabilitasi bisa berlangsung berbeda-beda, pada lahan semusim dengan rentang waktu tiga bulan maupun lahan tahunan.
Selain proses rehabilitasi, Amran menjanjikan bahwa kementeriannya akan memberikan bibit dan pupuk secara cuma-cuma kepada pemilik lahan terdampak. "Kami sudah buat perencanaan, bibit seperti padi, kopi, lada gratis," ujarnya.
Gempa menerjang Kota Palu dan sekitarnya pada Jumat, 28 September 2018. Sampai saat ini, jumlah korban jiwa tercatat mencapai 2.000 jiwa dan 16 ribu lebih masyarakat setempat mengungsi. Selain lahan pertanian, kerusakan juga tercatat terjadi pada lahan tambak garam sehingga Kementerian Kelautan dan Perikanan terjun merehabilitasi lahan-lahan ini.
Data kerusakan ini lebih rendah dari yang semula disampaikan Amran beberapa hari pasca gempa di Palu. Saat itu, Amran menyenut total kerusakan lahan pertanian mencapai 9.718 hektare. Rinciannya yaitu lahan di Donggala sebanyak 1.653 hektare dengan potensi kerugian Rp 14,4 miliar. Lalu Sigi sebanyak 7.909 hektare lahan dengan potensi kerugian Rp 22 miliar. Terakhir, 156 hektare lahan di Palu dengan potensi kerugian Rp 180 juta.
Amran menambahkan, bahwa saat ini tim dari Kementerian Pertanian sudah diturunkan ke lokasi bencana. Di sana, sebanyak 40 posko didirikan Kementan, baik untuk proses penanganan korban gempa maupun ribuan lahan rusak. "Dari internal kami juga kumpulkan bantuan, jumlahnya mencapai Rp 25 miliar, bukan APBN, tapi pribadi," ujarnya.